Senin, 27 November 2017

“Di usia yang tak lagi muda bu Darni terus berjuang untuk mengais Rezeki”

dingin nya angin malam tak membuat bu darni patah semangat dalam berjualan nasi pecel,  dalam benaknya ia berharap dagangannya malam habis terjual agar ia dapat berjualan lagi esok hari.
oleh : Melisa Yasinda

Kediri merupakan kota terbesar ketiga di Jawa Timur setelah Surabaya dan Malang.  Di kota ini memiliki berbagai macam daya tarik yang membuat orang dengan mudah mengingatnya. Selain memiliki banyak tempat wisata, baik itu wisata alam, religi, budaya dan kuliner yang dapat kita nikmati, selain dikenal sebagai kota tahu dan gethuk pisang kota kediri juga terkenal dengan kuliner malam yang harganya merakyat.
Hamparan penjual nasi pecel berjejer di sepanjang emperan toko Jalan Dhoho. Tak ada yang istimewa dari nasi pecel yang ada di Jalan Dhoho ini, kuliner yang dibungkus oleh daun pisang dengan lauk pauknya serta sayuran yang di siran dengan sambal kacang serta tambahan lauk pauk lainya yang dapat kita pilih sesuai selera hati dan kuah sambal tumpang yang berbahan dasar tempe yang di busukan memberikan citra rasa sendiri bagi penikmatnya.
Salah satu penjual nasi pecel di Jalan Dhoho, bu darni (52) warga desa Ngadisimo kota Kediri memulai usahanya sejak tahun 2004 silam, wanita setengah baya ini dahulunya bekerja sebagai buruh sebuah pabrik dan akhirnya memutuskan untuk berhenti dan beralih kerja mengikuti seseorang dalam berjualan nasi pecel. Setelah cukup lama ia merasa bahwa berjualan nasi pecel merupakan usaha yang cukup menjanjikan hingga akhirnya bu Darni memutuskan untuk berhenti dan membuka usaha nasi pecelnya sendiri. Dengan modal yang cukup besar bu Darni memulai merintis usahanya.
Hembusan angin malam, gemericik air hujan serta suara mesin sepeda motor dengan iringan musik-musik yang mengibur memang sengaja di putar sebagai hiburan menemani para pembeli saat menyantap nasi pecel milik bu darni malam itu. Beralaskan tikar yang digelar di depan emperan toko di jalan dhoho bu darni memulai usahanya.dengan lampu penerangan yang seadanya membuat suasana lapak bu darni terlihat sedikit gelap karena hanya mengandalkan satu lampu yang sengaja di pasang sendiri oleh bu darni dan di tambah dengan lampu emperan toko yang menjadi tempat berjualannya. Tidak ada yang khas dari nasi pecel bu Darni, seperti nasi pecel pada umumnya.
Nasi putih dengan lauk pauk tahu dan tempe serta sayuran yang di siram dengan sambal pecel dengan tambahan sambal tumpang yang di bungkus daun pisang di bandrol dengan harga Rp. 7000 rupiah/ bungkus. Selain tahu dan tempe ada lauk tambahan lainnya yang bisa anda pilih sesuai selera seperti : pelo ati di hargai Rp. 5000 rupiah/ tusuk, usus ayam di hargai Rp. 5000 rupiah/ tusuk, telur puyuh di hargai Rp. 3000 rupiah/ tusuk, telur dadar di hargai Rp.4000 rupiah /tusuk dan masih banyak lainnya. serta minuman yang bisa anda pesan seperti es teh yang di hargai Rp. 2000 rupiah, es jeruk Rp 4.000 rupiah dan kopi yang di hargai Rp. 3000 rupiah/ gelas untuk mengobati rasa pedas setelah menyantap nasi pecel.
Bu darni mulai berjualan dari pukul 17.30 sampai 04.00 WIB dengan di bantu oleh sang suami dan salah seorang temannya setiap harinya. Suaminya yang mengantarkan dagangan dan menjemput bila dagangan sudah habis setiap harinya. Dalam berjualan omset  yang di dapat pun tak menentu. Terkadang saat dagangan nya laris bu darni mendapatkan untung yang banyak namun jika dagangan nya sepi ia hanya berharap tetap bisa berjualan esok hari. Bu darni selalu mengutamakan kepuasan pelanggan nya tak heran meski penjual nasi pecel yang ada di jalan Dhoho tak hanya ada bu Darni seorang namun ia masih tetap berjualan sampai saat ini.
 Mayoritas pelangga dari bu darni adalah orang-orang yang berasal dari luar kota Kediri dan anggota Paguyupan kriwil yang hampir setiap selesai pentas menyempatkan untuk mampi di warung pecel bu darni. Keramah tamahan bu darni dalam melayani pelanggannya membuat pelanggannya terus datang kembali ke lapaknya. Caranya menyajikan nasi pecel yang cukup unik membuat ciri khas tersendiri bagi lapaknya.
“Bu darni saat menjelaskan usaha nasi pecelnya”

“Tak sembarang orang bisa berjualan nasi pecel di jalan dhoho, ada serangkaian izin yang harus di urus terlebih dahulu di kantor perdaganagan mbak. Ada paguyupan khusus yang membina dan menata penjual nasi pecel disini. Jadi setiap penjual nasi pecel disini sudah mengantongi identitas jadi sewaktu-waktu ada pembersihan dari salpol pp mereka tidak takut lagi akan terusir karena sudah terdaftar di kantor perdagangan”. Ucap Bu Darni malam itu.

Dalam benak bu Darni, ia hanya ingin terus bisa berjualan nasi pecel ini untuk menghidupi keluarganya di rumah dan mengisi waktu luangnya di umur nya yang tidak lagi muda. Karena tak ada lagi pekerjaan yang bisa ia kerjakan dengan tenaga yang tak lagi sekuat saat ia masih muda dulu selain berjualan nasi pecel. Meski yang berjualan nasi pecel di sini tak hanya bu darni saja namun ia tetap yakin bahwa rezeki sudah ada yang mengatur. Keteguhan dan kegigihan hati bu darni dalam menjalani kehidupan ini sangatlah kuat. Tak ada ketakutan di hatinya kalau dagangannya. Menjaga kebersihan makanan yang ia jual serta keramah tamahan terhadap pelanggan merupakan kunci utama yang di pegang bu darni dalam berjualan. 

3 komentar: