Kampung Emping: Warisan Budaya Yang Perlu Dilestarikan
“Proses produksi emping mlinjo di Dusun Ngadirejo, Pojok Ngntru,
Tulungagung diduga hampir punah. Keminatan masyarakat untuk berprofesi sebagai
pembuat emping mlinjo kian menurun, salah satu keluarga Marji-Karyati tetap
setiap pada warisan lokal ini”
Oleh Tania
Pramayuani
Mewarisi budaya nenek moyang adalah pilihan bagi keluarga
Marji-Karyati. Keluarga yang hidup di Dusun Ngadirejo-Pojok, Ngantru ini
memilih produksi emping mlinjo sebagai mata pencaharian wajib bagi keluarganya.
Memang, Dusun Ngadirejo adalah pusatnya produsi emping mlinjo di Tulungagung.
Dan kali pertama daerah penggagas produksi emping mlinjo di Tulungagung adalah
di desa yang memiliki enam dusun ini. Hampir 50 persen, warga Dusun Ngadirejo
bermata pencaharian di sektor industri. Utamanya di sektor industri pertanian yang
berbasis wirausaha, seperti pertanian Jagung, padi dan wirausaha emping mlinjo.
Namun, khusus untuk Dusun Ngadirejo ini, masyarakat hampir 80 persen memilih
usaha emping mlinjo. Setiap jam kerja (07.00-15.00), masyarakat di dusun ini
sudah menyibukkan diri dengan aktivitas wirausahanya di sektor emping mlinjo.
Pemandangan ibu-ibu yang sedang mengupas kulit mlinjo di teras rumahnya sudah
menjadi hal umum. Hampir di setiap rumah, pemandangan seperti ini menjadi hal
yang biasa bagi masyarakat Desa Pojok, Ngantru. Namun bagi masyarakat di luar
Kecamatan Ngantru merasa melihat
pemandangan masyarakat ini adalah pemandangan yang indah dan menjungjung tinggi
rasa kekelurgaan.
Di Dusun Ngadirejo, tak hanya keluarga Marji-Karyati yang
menggeluti produksi emping Mlinjo. Namun, khusus untuk kelurga ini, melakukan
wirausaha emping mlinjo secara mandiri. Tanpa karyawan dan semua proses yang
dilakukan pembuatan emping mlinjo dikerjakan oleh pasangan suami istri ini, kecuali
pada proses pengupasan kulit mlinjo. Marji (56 tahun), membeli mlinjo yang
sudah dikupas kulitnya dengan harga Rp 5000,- per kg dari trenggalek. Untuk
saat ini, para pengusaha emping mlinjo tak kesulitan mencari bahan baku
pembuatan emping mlinjo. Sudah banyak daerah pemasok mlinjo yang mensuplay
mlinjo untuk masyarakat Dusun Ngadirejo. Memang, di hampir setiap rumah ada
pohon mlinjo. Tapi untuk menunggu pohon mlinjo dari pohon tersebut dapat dimanfaatkan
menjadi emping harus menunggu lebih dari lima tahun. Tapi karena adanya pemasok
dari Trenggalek, akhirnya masyarakat Ngadirejo dapat memproduksi mlinjo setiap
hari.
Istrinya, Karyati, setiap hari menggoreng mlinjo yang sudah dikupas
kulitnya hingga tersisa bagian daging mlinjo. Setelah itu, Marjilah yang
menjetak mlinjo hingga bulat. Badannya yang kurus, ternyata mempu menganggat
palu dan memalu mlinjo hingga benar-benar berbentuk bulat. Jika dilihat,
usahanya yang digeluti sangat berat, apalagi diusianya yang sudah melebihi enam
puluh tahun, ternyata tidak membuat Marji alih profesi. Dia tetap setia dengan
profesinya sebagai membuat emping mlinjo. “Ya, kalau dibilang berat ya berat
mbak. Tangan rasanya juga capek. Tiap hari mukuli ini, apalagi kalau mukulnya
tidak cepat-cepat, maka mlinjonya tidak jadi emping dan malah rugi. Dan ini
juga usaha turun temurun dari ayah saya, Mbak. Kalau bukan saya yang
melestarikan siapa lagi. Dari kelima saudara saya, yang mau melanjutkan ya
hanya saya. Saya anak terakhir” tuturnya. Perjuangan Marji untuk terus
melestarikan usaha turun temurun ini membuatnya cukup dikenal di masyarakat.
Walau usahanya tidak sebesar usaha produsen mlinjo yang lain yang baru membuka
usahanya, Marji tidak mempermasalahkan hal ini. Bahkan dia sangat senang kalau
banyak yang mau membuka usaha emping mlinjo. “Kita tidak saingan disini, yang
penting kerja, membuat emping dan saling membantu. Sebelah barat rumah saya
juga produksi emping mlinjo, bahkan lebih besar juga dan punya karyawan, namanya
Pak Joko. Tapi kami tetap rukun dan bahkan kami sering mencari pemecahan
masalah mengenai mlinjo ataupun pemasaran ini sama-sama”.
Marji membuat emping sesuai dengan permintaan pasar. Bentunya yang
bulat kecil, maupun lebar tergantung pada permintaan pasar yang didapatnya.
Usai dibentuk bulat, emping mlinjo yang sudah berbentuk bulat tersebut di
panaskan selama satu hari. Setelah itu, emping siap dipasarkan. Semua proses
yang dilakukan oleh keluarga Marji masih menggunakan alat-alat tradisional.
Termasuk penggorengan juga masih menggunakan tungku kayu bakar, dan alat yang
digunakan untuk membentuk bulat, juga masih menggunakan palu dan batu sebagai
alasnya. Dengan sedikit kemajuan, proses pembuatan bentuk mlinjo yang dibuat
Marji sudah menggunakan plastik sebagai alas. Hal ini dilakukan agar mlinjo
yang sudah berbentuk bulat tidak lengket dan mudah diambil. “Penggunaan plastik
sebagai alas ini masih dilakukan warga sekitar dua tahun terakhir. Sebelumnya,
mlinjo langsung di palu di atas batu tanpa plastik” tambah Marji.
Karyati juga menambahkan bahwa proses penggorengan mlijo sudah
banyak menggunakan alat-alat modern. Tapi produksinya masih menggunakan
alat-alat tradisional, alat-alat yang dulu digunakan oleh nenek moyangnya.
“Menggunakan apapun alatnya tidak masalah. Yang terpenting nanti jadinya enak.
Menggunakan alat modern pun juga butuh biaya mahal. Kalau nuruti biaya, nanti
malah tidak jadi produksi” tuturnya. Semangatnya untuk terus memproduksi emping
mlinjo dengan alat yang seadanya dan dikerjakan secara mandiri,yang hanya dengan suaminya, menujukkan tekadnya
yang kuat untuk tetap melestarikan warisan nenek moyang. Apalagi dia juga
mendukung penuh profesi yang dipilih oleh suaminya, Marji.
Beberapa warga sekitar, yang
wirausahanya sudah besar dengan beberapa karyawan, juga menggukan alat dari
listrik untuk menghilangkan kulit mlinjo yang berwarna hitam. Sedang Karyati,
masih menggunakan alu untuk mengupas kulit mlinjo tersebut.Dia masih
menggunakan cara manual. Dari satu kilogram mlinjo yang dibelinya sebagai bahan
baku, tak seratus persen mlinjo satu kilogram mampu menghasilkan emping satu kilogram
juga. Kadang, satu kilogram mlinjo mampu di buat 8 ons emping. Hal ini
dikarenakan saat proses produksi, mulai dari penggupasan kulit luar sampai
tersisa daging mlinjo membuang kulit terluar dan kulit dalam mlijo, akhirnya
berat mlinjo tidak sesuai dengan berat awal saat membeli. Ya, karena yang digunakan
hanya daging mlinjo, maka tak heran jika beratnya berkurang. Dan inilah salah
satu juga yang menjadi perhitungan produsen emping mlinjo menjual mlinjo dengan
harga yang masih relatif mahal di pasaran. Apalagi, emping mlinjo merupakan
makanan yang asli tanpa bahan pengawet. Dapat dipastikan, emping mlinjo aman
bagi kesehatan.
Emping yang diproduksi oleh warga Ngadirejo, dipasarkan di Pasar
Sambi, Kediri. Mayoritas masyarakat Ngadirejo tidak menjual emping ke pasar
sendiri, melainkan ada distibutor yang datang dan menjualkannya ke pasar. Jarak
antara tempat produksi dan pasar sekitar sepuluh kilometer. Hal ini juga salah
satu pertimbangan emping harganya masih mahal. Harga jual emping mlinjo dari
produsen asli Rp 30.000,00 per kg. Dan dijual di pasaran, bisa sekitar Rp
40.000,00 per kg. Jika diperhitungkan, keuntungan yang diraup per kg sekitar Rp
15.000,-. “satu kilogram mlinjo, upah mengupas kulit luar Rp 1000,- sedangkan
upah memalunya Rp 4000,- per kg. Dan satu kilogram mlinjo Rp 5000,-. Jadi total
Rp 10000,-. Namun, 10.000 itu tidak utuh satu kilogram, mungkin bersihnya
sekitar Rp 15.000,00” jelas Marji. Dia sendiri juga mengatakan bahwa produksi
emping mlinjo ini susah-susah mudah. Jika dibanding dengan zaman ayahnya Marji,
produsen emping mlinjo sudah mulai berkurang. Memang saat ini masih mendominasi
Dusun Ngadirejo, tapi tidak sebanyak zaman dulu. Seiring dengan perkembagan zaman,
produksi emping mlinjo mulai kurang diminati kaum muda. Marji juga mengatakan
bahwa anaknya, yang masih berusia SD, tidak ada niatan untuk membantu usahanya.
“Memagang palu saja tidak mau, anak saya. Malah yang satunya kuliah di Jogja.
Ya, harapan saya, anak saya nanti kerjanya bisa lebih baik dari Bapaknya. Entah
nanti emping mlinjo ini ada yang meneruskan atau tidak saya juga tidak tahu.
Saya sendiri berharap ada yang meneruskan, tapi saya juga tidak mau anak saya
bekerja susah seperti saya. Harapan saya anak saya sekolah yang tinggi, jadi
orang bener dan mempunyai usaha emping mlinjo yang besar” ungkapnya. Marji
mempunyai harapan yang besar untuk usahanya agar mampu berkembang lebih besar
lagi, tapi dia juga tidak dapat memaksa kehendak anaknya. Harapannya masih ada
yang mau melestarikan usahanya itu nanti. Tapi anaknya juga tidak dipaksa agar
menjadi produsesn emping mlinjo. Dia menginginkan anaknya memperoleh profesi
yang lebih baik darinya, tapi tetap memegang warisan nenek moyang. Karyati,
menyetujui apa yang diungkapkan oleh Marji. Dia mendukung sepenuhnya segela
keputusan Marji.
Kendati Dusun Ngadirejo ini terkenal dengan produksi emping
mlinjonya, namun masyarakat sekitar juga mengalami sedikit keresahan apakah
usaha emping mlinjo akan tetap lestari atau tidak. Masalahnya, generasi muda
sekarang jarang yang mau melanjutkan usaha mlinjo. Seperti penuturan keluarga
Marji sendiri, mayoritas muda-mudi lebih memilih bekerja di luar rumah. Jika di
lihat memang cukup sulit usaha emping mlinjo. Dalam sehari, Marji memprodusi
7,5 kg emping. Jika dihitung, dalam satu bulan mampu memproduski hampir 180 kg.
Jumlah yang cukup banyak namun juga membutuhkan tenaga yang cukup kuat juga. Walaupun
jumlah yang dihasilkan banyak, tapi tak semua hasil tersebut mampu terjual di
pasaran. Dan salah satu resiko yang harus ditanggung oleh produsen mlinjo
adalah jika emping-empingnya tak laku di pasaran. “Karena resikonya cukup berat
dan kerjanya lumayan berat juga, akhirnya banyak muda-mudi yang tidak berminat
meneruskan usaha ini” jelas Karyati.
Untuk tetap menjadikan Ngadirejo sebagai sentra usaha emping
mlinjo, pemerintah desa setempat sudah mengusahakan beberapa bantuan
pengembangan usaha emping mlinjo. Seperti usaha milik Marji ini juga pernah
mengalami kegagalan. Mulanya, Marji
meneruskan usaha ayahnya saat masih muda, kemudian dia berhenti dan memulai
usaha emping mlinjo sejak tahun 1998 sampai saat ini. Jika dihitung Marji sudah
menekuni usaha ini selama 19 tahun dan penggunaan produksi empingnya masih mempertahankan
cara-cara tradisional. Sebenarnya, selain memproduksi emping mlinjo, ada usaha
lain seperti bertani. Jadi masyarakat Ngadirejo banyak juga yang mempunyai
usaha lain selain produski emping mlinjo. Desa Pojok, Ngantru ini memang memusatkan
mata pencaharian masyarakatnya pada sektor pertanian, entah itu berkaitan
dengan porses pertanian sendiri maupun tentang pengolahan hasil pertanian
seperti produksi emping mlinjo. Di desa setempat, sudah ada alat modern
pembenihan bibit tanam, alat modern kompas dan alat-alat pertanian lainnya.
Pemerintah desa sudah menyiapkan hal itu dan memfasilitasi untuk warga
setempat. Tapi lagi-lagi semua itu tidak gratis, melainkan berbayar. Warga yang
menginginkan harus menyewa alat-alat tersebut. Dan menurut keluarga Marji hal
ini sangat memberatkan keluarganya. “Saya pakai yang tradisional saja, yang
penting tetap bisa jalan apapun usahanya. Dipakai untuk nyewa uangnya tidak
ada. Mendingan untuk modal” terangnya.
Warga yang sedang mengupas kulit mlinjo |
Antusias masyarakat Ngadirejo yang cukup baik tentang produsi
emping mlinjo yang mampu memberikan peluang kerja bagi masyarakat setempat,
entah itu sebagai pekerjaan sampingan atau mata pencaharian utama menjadi hal
yang patut untuk terus dilestarikan. Perangkat desa setempat, sudah
mengupayakan untuk melestarikan usaha produski emping mlinjo sebagai ciri khas
Desa Pojok, Ngadirejo dengan memberikan bantuan berupa alat-alat produksi.
Memang, alat yang diberikan bukan alat-alat modern, bukan seperti mesin
mengupas kulit, melainkan masih sebatas alu, alas batu dan modal untuk
mengembangkan usaha. Kendati sudah diberikan bantuan pengembangan dana,
alat-alat produksi, tapi usaha emping mlinjo belum dapat kembali eksis seperti
zaman lima belas tahun terakhir. Hanya saja usaha ini tetap ada di desa
Ngadirejo. Inilah salah satu cara yang dilakukan oleh pemerintah guna
melestarikan usaha emping mlinjo ini. Dan permintaan pasar pun juga menjadi
salah satu pertimbangan keminatan masyarakat memesan emping mlinjo. Para
produksi dan pekerja emping mlinjo kadang menyayangkan juga jika terjadi
pesanan yang sepi. “Kalau sepi gitu, lima kilogram bisa untuk tiga hari. Dan
kita juga sering nganggur” kata karyawan pengupas kulit.
Zaman dulu, Desa Ngadirejo, emping sangat diminati masyarakat,
entah masyarakat sekitar maupun masyarakat luar Tulungaung. Emping diminatitidak
hanya sebagai makanan saat ada hajatan saja, melainkan sebagai makanan camilan
sehari-hari. Pemasaran dulu sangat luas, karena banyak permintaan pesanan dari
banyak daerah. Namun saat ini pemasaran hanya dipasarkan ke Tulungagung, Kediri
dan Blitar.Namun, seiring dengan perkembangan zaman, saat ini emping hanya
dipesan saat ada hajatan saja dan paling ramai pesanan emping menjelang Idul
Fitri. Saat menjelang Idul Fitri pesanan emping bisa sampai dipasarkan ke luar
Jawa Timur. Emping khas Ngadirejo, daerah penggagas asli emping ini mempunyai
ciri khasemping dengan rasanya yang gurih, tanpa pengawet dan penyedap rasa dan
tahan lama juga. Emping Ngadirejo berbeda dengan emping manis. Emping manis,
yang berbentuk kecil-kecil, asli dari daerah Jawa Tengah dan ada tambahan
pemanisnya. Sedangkan emping Ngadirejo, rasanya gurih, dan masyarakat setempat
juga tidak memproduksi emping manis tersebut. Pemasaran untuk daerah
Tulungagung dipasarkan di Pasar Wage. Marji mengatakan kalau emping buatannya
selalu diambil oleh distributor dan dipasarkan sampai luar Tulungagung. Saat
mendekati Idul Fitri dan di bulan-bulan tertentu, misalnya pada bulan
Dzulhijjah, pesanan emping sangat ramai dan dirinya sampai kewalahan. “Pas
banyak orang hajatan itu, pesanan sampai dari luar Tulungagung. Dan kadang saya
bisa bekerja tidak mengenal waktu. Memang biasanya saya bekerja jam 7 sampai
jam 3, tapi saat ada pesanan saya bisa sampai jam 5” jelasnya. Marji dan
istrinya memang jarang libur memproduksi emping, jumlah maksimal diperolehnya
7,5 kg per hari. Kadang juga sehari memproduksi 3 kg. Marji menambahkan juga
kalau warga sekitar, biasanya kalau Minggu pada libur mencetak emping. Tapi
Marji tidak libur.
Tekadnya yang kuat untuk terus melestarikan warisan turun-temurun
dari nenek moyangnya terus dilestarikan. Kendati sempat jatuh bangun, ia mulai
merintis lagi usaha itu sampai sekarang. Produksi emping sebagai salah satu
mata pencaharian wajib baginya, yang penghasilannya tidak menentukan tidak
membuatnya alih profesi. Apalagi istrinya, Karyati juga mendukung profesinya
itu. untuk menutupi semua kekurangan kebutuhan keluarga, keluarga Marji juga
mencoba usaha pertanian. Jadi selain menekuni usaha turun temurun, yang wajib
baginya, dia juga melakukan usaha lain seperti bertani. Keseharian Marji
bersama sang istri, yang setiap pagi sampai sorememalu mlinjo dengan palu
seberat 3 kg dan menggoreng mlinjo di wajan yang terbuat dari gerabah sambil
duduk bersimpuh di lantai yang masih beralas tanah di dapur yang dindingnya
terbuat dari bilik bambu, sedikitpun kondisi seperti itu tidak pernah
mematahkan semangat pasangan suami istri ini untuk terus bekerja di sektor
industri bahan pangan demi melestarikan warisan ayahnya. Semangat kerjakerasnya
dan harapan perbaikan untuk generasi setelah mereka merupakan wujud rasa
tanggungjawab mereka. Perjuangan keluarga Marji-Karyati untuk menyekolahkan
anaknya setinggi-tingginya dengan usaha emping mlinjo tersebut merupakan usaha kerasnya.
Akankah usaha itu hilang seiring dengan perkembangan zaman atau malah akan
semakin berkembang mewarnai produk pasaran olahan bahan tani. Keluarga
Marji-Karyati telah membuktikan walaupun hanya dengan profesi sebagai pembuat
emping mlinjo, mereka tetap bisa menyekolahkan anaknya hingga ke luar provinsi dan
tetap tidak menghilangkan kewajibanyya untuk terus melestarikan warisan nenek
moyang. Adakah para generasi muda yang masih berminat melanjukan
usaha tersebut?(tan)
*untuk mengetahui tulisan-tulisan saya yang lain, dapat dikepoin disini http://coretantangantania.blogspot.co.id/
*untuk mengetahui tulisan-tulisan saya yang lain, dapat dikepoin disini http://coretantangantania.blogspot.co.id/
BalasHapusTulisan keren kak,Kami dealer motor area Tulungagung, kediri dan Trenggalek. Lihat lihat motor bisa klik disini
Jual ayam geprek tulungagung
BalasHapusOrder makanan di tulungagung klik disini
BalasHapus