Seorang Petani Mencari Nafkah Untuk Keluarga Dari Menyadap Pohon Karet
Oleh: Choirul Wijayanto
17304153023
Pak Hamidi setiap pagi bekerja di kebun karetnya mengumpulkan getah
karet
Pohon karet merupakan salah
satu kekayaan alam yang terhampar luas di tanah air bagi sebagian masyarakat di
Desa Tirta Mulya Kecamatan Makarti Jaya Kabupaten Musi Banyuasin Palembang.
Pepohonan karet sudah seperti curahan rejeki, baik untuk sang pemilik maupun
sekedar buruhnya. Begitu pula dengan Hamidi, pria berusia 42 tahun yang
menggantungkan hidup keluarganya dari pohon karet. Meski memiliki kebun
karetnya sendiri kehidupan Hamidi tidaklah seberuntung pemilik kebun karet
lainnya.
Setiap hari Hamidi berjalan sejauh dua kilometer untuk mencapai
kebun karetnya bersama sang anak bernama
Junaidi, ia selalu berharap kebun karetnya menghasilkan getah yang cukup untuk
dijual. Kebun karetnya memang tidak luas dan juga banyak ditumbuhi tanaman
belukar yang menganggu pekerjaannya menyadap getah karet. Pohon karet miliknya
itu ditumbuhi oleh pepohonan yang tua pula sehingga getah yang dihasilkan hanya
sedikit saja.
Kondisi tubuhnya yang didera penyakit inilah yang membuat Hamidi
tidak dapat merawat kebun yang ia miliki. Penyakit asam urat yang ia derita
terasa semakin parah dan membuatnya sulit bergerak utamanya ketika dalam
kondisi yang sangat lelah. Pohon karet biasanya dapat menghasilkan getah hingga
pohon itu berusia 25 tahun, bahkan usia produktif itu bisa semakin lama jika
dirawat dengan baik. Hal tersebut disadari olehnya, namun kondisi ekonomi yang
mepet membuatnya tidak mampu membeli sekedar pupuk bagi penyubur kebun
karetnya.“Untuk membeli pupuk itu saya tidak mampu karena penghasilan saya
kurang jadi dibiarkan, Allah yang mengasih rejeki sebanyak apa yang dikasihNya
saya terima” ucap Hamidi.
Hanya sebuah parang berukuran sedang yang dibutuhkan Hamidi untuk
bekerja yang digunakan untuk membuat dan membentuk wadah jatuhan getah dari
bambu. Semakin besar batang bambu yang ia gunakan maka akan semakin banyak pula
getah yang ia dapatkan. Namun, tentu ia harus berhati-hati karena bisa saja
serat bambu yang tajam melukai tangannya. Seharusnya untuk menghasilkan banyak
getah karet pohon-pohon harus diisi dengan wadah jatuhan. Namun, amat
disayangkan sekali ia tidak sanggup memasang wadah jatuhan setiap pohon yang ia
miliki. Hal ini dikarenakan tubuhnya tidak boleh terlalu lelah karena penyakit
yang ia derita dapat membuat tubuhnya gemetaran.
Sebelum wadah jatuhan dipasang, Hamidi harus menyayat kulit pohon
karet, ia juga harus jeli mencari pohon karet yang masih produktif karena pohon
karet miliknya rata-rata sudah berusia tua. Setelah semua wadah jatuhan
terpasang, Hamidi hanya bisa berharap banyak getah yang mengucur dari pohonnya.
Dalam hal menyadap karet, kondisi cuaca turut pula mempengaruhi hasil sadapan
karet. Hujan merupakan musuh terbesar baginya, jika hujan datang getah karet
akan tumpah pada jalur sayatan yang sudah dibuat.
Hujan juga bisa merusak zat-zat karet sehingga tidak dapat
digunakan. Biasanya Hamidi bisa mengumpulkan 20 kilogram dalam dua minggu,
namun hal ini jarang terjadi karena
banyak pohon karetnya yang tak lagi produktif. “Kalau keseluruhan dua minggu
itu, itu dua puluh kilogram karena getah ini pasang surut istilahnya, kadang
kering kadang banyak isinya apalagi musim kemarau ini kurang getahnya, kalau
musim penghujan nyampai dua puluh” kata bapak dengan tiga orang anak ini.
Tidak hanya cuaca saja yang menjadi hambatan, binatang buas pun
kerap menjadi ancaman saat Hamidi sedang bekerja. Di kebun tak terawat itu,
selain ular babi hutan pun sering ditemui Hamidi. Binatang Bergigi tajam ini
bisa saja sewaktu-waktu menyerang dirinya. “Ya mana bisa takut, pasrah saja
sama yang kuasa apa boleh buat kalau misalnya digigit saya pasrah kan sajalah”
ucap Hamidi penuh dengan kepasrahan.
Sebagai petani karet yang modalnya pas-pasan seringkali benaknya
dipenuhi tanya bagaimana kelak nasib istri dan anaknya bila kebun ini tidak
lagi menghasilkan getah. Hasil getah karet yang ia kumpulkan hanya sepuluh
kilogram saja itupun dalam kondisi yang kotor. Kebersihan karet sangatlah
penting karena harga karet akan jatuh apabila telah kotor oleh tanah.
Hamidi hanya dapat menaruh harapan kepada para pengepul untuk
membeli getah karetnya sebagai hasil kerja keras dalam menyadap pepohonan karet
miliknya tersebut. Sayang, karena
kondisi getahnya yang telah kotor banyak pengepul yang menolak balamnya. Hal
seperti ini bukanlah sekali dua kali terjadi, seringkali bahkan ia tidak ada
uang sedikitpun untuk memberi makan istri dan ketiga anaknya. Beruntung
terkadang ada juga yang bersedia
menerima balam kotor miliknya namun terjual hanya seharga sepuluh ribu per
kilogram. Keadaan ini tentu berbeda ketika balam yang ada dalam kondisi yang
bersih. Balam yang bersih dapat terjual seharga tujuh belas ribu per kilogramnya.
Meski terjual murah paling tidak Hamidi mendapatkan sedikit uang
untuk menghidupi keluarganya selama dua minggu ke depan. Seringkali uang
perolehannya tidak dapat mencukupi kebutuhan keluarga. Namun, Hamidi tidak mau
bergantung dari getah karet saja karena ia tahu penghasilan dari menyadap karet
tidaklah bersifat tetap. Seringkali ia terpaksa pergi memancing untuk sekedar
mencari lauk tambahan jika ikan yang diperoleh banyak ia akan menjualnya. “Mancing
itu sebenarnya kadang-kadang untuk dijual kadang itu dapat satu kilo setengah
kilo dijual sama orang-orang paling dapat dua ribu lima ratus” ujar penyadap
karet asal Palembang ini.
Penghasilan Hamidi dari menyadap getah karet memang tak banyak,
harga karet yang sedang melambungpun seakan tak ada artinya lantaran jumlah
getah yang ia kumpulkan seringkali tak banyak akibat pohon miliknya sudah tua
dan tidak produktif. Untuk menghemat pengeluaran ia selalu menunggu bekal dari
sang istri. Masakan dari rumah inilah yang akan mengganjal perut laparnya
terlebih saat menjalankan puasa seharian, seringkali karena bekerja hingga
senja datang, Hamidi menyantap bekal buatan sang istri tercinta saat maghrib
tiba.
Menyadap karet bukan pekerjaan yang ringan bagi wanita, Juariah
sang istri seringkali menggantikan Hamidi menyadap karet karena paham dengan
kondisi sang suami yang sering sakit-sakitan bila terlalu lelah, karena ia
khawatir Hamidi yang sering sakit-sakitan bila terlalu lelah, penyakit yang
didera suaminya tersebut akan kambuh lagi.
Penyakit gemetaran yang diidap Hamidi ini ia derita sejak kecil
entah sebab apa setiap kali badannya terlalu lelah bekerja berat ia akan
gemetaran dan lemas. “Ya saya suka sekali kalau membantu kalau tidak dibantu ya
bapak itu sering sakit-sakitan, ya kalau orang sakit kan pekerjaan tidak bisa
selesai” ujar istri penyadap karet di Desa Tirta Mulya ini.
Rumah panggung sederhana milik Hamidi ini hanya mengandalkan sinar
matahari sebagai penerangan saat pagi hingga petang hari. Sinar mentari
tersebut sangatlah berharga bagi Junaidi karena di rumahnya tak ada penerangan
listrik yang cukup, bahkan seringkali ia mengerjakan tugas sekolahnya di kebun
karet bersama sang ayah.
Keadaan sulit yang dihadapi sang ayah seakan dipahami oleh Junaidi.
Seringkali ia ingin membantu orangtuanya menyadap karet, namun karena masih
berusia sepuluh tahun ia hanya bisa menemani ayahnya bekerja. Junaidi tau ia
punya tugas penting di dalam keluarganya yakni belajar. Junaidi termasuk anak
berprestasi di sekolah ia selalu mendapatkan peringkat sepuluh besar di kelasnya.
Hidup serba susah yang dialami saat ini tak membuat bocah kecil ini
tertekan, ia ingin mencapai cita-citanya yang tinggi. “Jun ingin sekolah yang
tinggi, Jun kalau besar mau menjadi dokter biar duitnya banyak, Jun enggak
susah lagi kaya sekarang” ujar Junaidi. Di rumah panggung khas Palembang inilah
Hamidi tinggal bersama istri dan ketiga anaknya.
Rumah yang sudah mulai rapuh ini didiami selain oleh Hamidi beserta
istri dan ketiga anaknya juga menampung Ibunda dari Hamidi yang bernama Zoimah,
wanita berusia tujuh puluh empat tahun yang juga terkadang jatuh sakit. “Pernah
bapak sakit mau berobat tidak ada uang, mertua sakit mau berobat tidak ada
uang, mau beli beras tidak ada uang, mau cari sana sini enggak dapat pinjaman”
ungkap istri Hamidi. Setitik harapan keluarga ini semoga si sulung Junaidi bisa
menjalankan hidupnya dengan lebih baik agar suatu hari nanti bisa mewujudkan
cita-citanya dengan segala kondisi yang terbatas.
BalasHapusTulisan keren kak,Kami dealer motor area Tulungagung, kediri dan Trenggalek. Lihat lihat motor bisa klik disini
Jual ayam geprek tulungagung
BalasHapusOrder makanan di tulungagung klik disini
BalasHapus