Senin, 30 Oktober 2017

Ketika Usia Tua Tak Menghalangiku Untuk Bekerja


Ketika Usia Tua Tak Menghalangiku Untuk Bekerja

Oleh : Nadila Anis Kusumawati


 
Pak Abdul, masih semangat menjadi tukang tambal ban diusianya
 yang senja.
Hidup adalah suatu pilihan. Begitu juga halnya dengan mimpi, semua orang bebas berkeinginan apapun. Akan tetapi, suatu mimpi tentunya akan terwujud dengan adanya usaha yang serius untuk menggapainya. Hidup tanpa mimpi bagaikan sebuah perjalanan tanpa diiringi dengan adanya tujuan. Langkah niatnya yang selalu diiringi dengan doa dan secercah harapan-harapan tentang keindahan kehidupan ini. Laki-laki tua  dengan mata yang sayu tidak menghalanginya bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dengan berdirinya yang tidak tegap, tidak membuatnya lelah dalam melakukan pekerjaan yang telah ditekuninya selama ini. Pak Abdul (91), begitulah kakek tua renta ini biasa disapa oleh kalangan warga setempat. Pria dengan kelahiran 91 tahun silam itu yang memiliki nama lengkap Abdul Kadir, yang merupakan seorang ayah dari tujuh orang anak dari hasil  pernikahannya dengan istrinya yang sudah lama meninggal itu dan memiliki 24 orang cucu. Kehidupannya pun begitu berubah setelah istri yang dicintainya pergi meninggalkannya. Layaknya orang tua yang seharusnya duduk manis beristirahat dirumah namun hal ini berputar balik dengan keadaan yang di alamai Pak Abdul. Berbeda dengan seorang laki-laki lansia pada umumnya, di usianya yang sudah menginjak satu abad ini, Pak Abdul masih rajin bekerja tanpa mengeluh dengan keadaan yang sedang dihadapinya. Usia tua yang dipangkunya tidak menjadikannya sebagai seorang yang lemah untuk bekerja. Tidak hanya itu, dia pun tidak tanggung-tanggung menekuni pekerjaan sebagai seorang tukang tambal ban.
Dengan fisik yang sudah mulai menurun pak Abdul dengan semangatnya yang tinggi selalu berusaha untuk bekerja keras. Pekerjaan sebagai tukang tambal ini sudah dua puluh lima tahun ditekuni oleh Pak Abdul. Karena setelah  istrinya meninggal, mau tidak mau dia harus melanjutkan hidupnya bersama dengan ke tujuh anak-anaknya. Awal pada tahun 1992 dia berusaha untuk menyambung hidupnya dengan dukungan anak-anaknya  dengan membangun sebuah usaha bengkel kecil yang berada di daerah Bago Kecamatan Kedungwaru Tulungagung, disana Pak Abdul  memulai kehidupannya lagi setelah ditinggal meninggal oleh istrinya. Selama dua puluh lima tahun itu, dengan senang hati dijalaninya sebagai seorang tukang tambal ban yang dikerjakan olehnya di depan halaman rumah yang sederhana untuk berteduh sehari-hari. Bengkel kecil nan mungil itu dijadikannya tempat untuk bersandar sehari-hari sembari  menghabiskan waktu tuanya dengan menekuni pekerjaannya sebagai seorang tambal ban. Ketika matahari mulai menunjukan dirinya dan jarum jam menunjukkan pukul enam pagi, dengan berjalannya yang tertatih-tatih dia pun membuka satu per satu balok kayu itu, yang dijadikannya sebagai penutup bengkel kecil kesayangannya itu. Senja pun mulai menutupi matahari,dirasa hari sudah mulai larut akan malam pukul lima sore pak Abdul pun menutup bengkelnya.

Selain itu karena  dia  juga terpaksa harus melanjutkan usaha ini sendirian dan juga dengan keadaannya yang sudah tua, terkadang jikalau merasa capek Pak Abdul pun langsung menutup bengkelnya meskipun itu sebelum menunjukkan pukul jam lima sore. Dia  bekerja di bengkel itu seorang diri saja karena ketujuh anaknya semua sudah menikah dan beberapa dari lainnya juga melanjutkan bekerja di luar kota untuk mengubah nasib kehidupan keluarga pak Abdul. Akan tetapi terkadang beberapa anaknya yang masih tinggal didekat daerah tempat bertinggalnya Pak Abdul terkadang mereka masih  ada yang iba terhadap kehidupan seorang Ayahnya yang dulu berjuan untuk kehidupan anak-anaknya dan kemudian sedikit membantu dan merawatnya hingga cucu dari anak ragilnya yang biasanya menemani pak Abdul bekerja di bengkel mungil itu. Cucunya yang selalu menghibur dan membuat pak Abdul tidak merasa letih dengan apa yang sedang dijalaninya saat ini. 

Hidup ini akan selalu terus berjalan, tanpa seseorang itu menunggu. Hasil yang diperoleh tergantung bagaimana kita mendapatkannya. Berkat doa yang selalu ia panjatkan setiap harinya, usaha bengkel kecil tambal ban yang sudah ia geluti selama puluhan tahun ini pun tidak pernah sepi akan pelanggannya. Pekerjaan yang sudah digelutinya selama puluhan tahun itu, sekarang sangatlah disyukuri dengan benar olehnya. Kehidupan yang  sedikit berkecukupan, tak membuat pak Abdul mengeluh atas apa yang dia dapatkan yang berprofesi sebagai tukang tambal ban di bengkel kecil yang dibangunnya itu. Keinginan yang keras demi melihat anak-anaknya mendapat kesuksesan yang layak dan mendapat sebuah pekerjaan adalah harapan besar untuk mewujudkan harapannya yang mulia itu. Perjuangan seorang Pak Abdul ini sungguh tidak sia-sia karena beberapa dari banyak anaknya sudah menjadi seorang yang sukses.
 Meskipun hanya menjadi tukang tambal ban dengan hasil yang pas-pasan tak membuatnya lelah untuk selalu mesyukuri apa yang diperoleh dari kerja kerasnya. Hasil curi payah Pak Abdul kini telah dibuktikan dengan keberhasil membukakan masa depan yang amat gemilang untuk anak-anaknya. Tak  dipungkiri, dari salah satu anaknya sudah menjadi seorang kepala pada sebuah perusahaan besar di Jakarta. Meskipun begitu, di usia nya yang sudah hampir satu abad ini ia tak pernah meninggalkan ataupun memiliki niatan untuk berhenti menjadi tukang tambal ban. Sebenarnya bisa saja Pak Abdul berhenti jadi tukang tambal ban karena beberapa anak Pak Abdul mampu untuk  membantu keuangan untuk kebutuhan sehari-harinya. Namun hal itu tak dilakukannya, baginya jika ia tidak bekerja akan membuatnya malah menjadi sakit.
Menjadi tukang tambal ban sudah menjadi bagian dari hidupnya dia menekuni menjadi seorang tambal ban sebagai sebuah olahraga yang harus dilakukannya setiap hari agar seluruh tubuhnya tidak terasa sakit.  Pak Abdul juga berkata bahwa kalau tidak bekerja dan hanya diam di rumah saja dia takut malah menjadi sakit-sakitan karena kurang gerak. Memang benar, walau bekerja dari pagi hingga sore serta dengan tangan jadi kotor dan dipenuh oli-oli, namun Pak Abdul mengaku malah jarang sakit-sakitan. Dan selama saya masih kuat ya saya lakoni semua pekerjaan ini dengan senang hati ungkapan dari Pak Abdul dengan sembari tersenyum. Terkadang jika sehari saja ia tidak membuka lapak tambal bannya, ia akan merasa sangat berdosa karena telah membuat pelanggannya merasa kecewa. Orang-orang yang sering datang ke bengkelnya jika terjadi kesalahan pada ban motornya mereka selalu pergi ke bengkel pak Abdul sekali pun hanya untuk memompa ban saja. Pernah suatu ketika, lapak tambal ban Pak Abdul ini ramai dengan pelanggan yang ingin menambal ban atau hanya sekedar memompa ban saja, pak Abdul pun tak ingin membuat semua pelanggannya merasa dikecewakan karena kekuatannya yang sudah mulai sedikit berkurang karena di usia nya yang sangat tua ini. Pak Abdul membutuhkan waktu yang amat lama untuk melakukan menambalan ban pada setiap sepedah motor. Dengan hati yang ikhlas dan dengan senyuman kecilnya, akhirnya pak Abdul memberikan kebebasan untuk pelanggannya agar mencari tukang tambal ban lain jika kalau mereka dalam keadaan tergesa-gesa namun, jika mereka sudi untuk menuggu mengantri lama pak Abdul sangat tidak keberatan asalkan mereka tidak kecewa dengan pelayanan yang diberikannya.
Tangan mungilnya yang sudah keriput tak dijadikannya alasan untuk putus asa dalam menekuni pekerjaannya.  Kekuatan Pak Abdul ini boleh dikatakan sedikit berkurang karena faktor usianya yang hamper menginjak satu abad ini, namun kemahiran dan keahliannya dalam melakukan pekerjaannya sebagai tukang tambal ban tidak bisa diragukan lagi. Hasil dari menekuni berpuluh tahun lamanya menjadi tukang tambal ban yang menjadikannya mahir dalam melakukan pekerjaannya ini. Tangan keriputnya juga begitu terampil mengeluarkan ban dalam sepedah motor kemudian menambalkan ban motor pelanggangnya yang bocor dengan matanya yang sudah sayu membuatnya harus teleti sedemikian mungkin agar hasilnya tidak mengecewakan pelanggannya. Hasil pekerjaannya pun sangat rapi dan tidak sedikit pelanggan yang sangat puas atas hasil kerja pak Abdul walaupun banyak kekurangan yang masih di bawa olehnya. Meskipun begitu sungguh ia telah membuka pintu rezeki untuk orang orang yang seprofesi dengan dirinya. Jika pelangganya tergesa-gesa untuk segera menyelesaikan pekerjaan itu pak Abdul memintanya untuk mencari tukang tambal ban yang lain saja karena dengan tangan keriputnya dan jalannya yang bersayak-sayak memungkikan untuk membutuhkan waktu yang lama dalam melakukan pekerjaannya.
Walau usia yang sudah senja dia masih semangat bekerja pak abdul tidak mau merepotkan anaknya karena beliau masih merasa mampu untuk bekerja. Kaki tuanya dengan tangan keriputnya tidak menghalanginya untuk bekerja dengan sekuat tenaga yang dimilikinya. Hanya sisa-sisa rasa lelah yang ada tergambar di raut wajah keriputnya Pak Abdul. Sebungkus nasi, segels air yang sederhana ini begitu lahap dia menghabiskan makan siangnya. Wajahnya selalu tampak gembira, tak pernah terlihat perasaan sedih. Senyum ramah dan wajah riang selalu di perlihatkan kepada semua orang termasuk pelanggan yang setiap kali sering menambal ban di bengkel kecil miliknya. Tak pernah dia meminta belaskasihan kepada orang lain. Dia selalu menjalankan pekerjaannya dengan sungguh-sungguh, meskipun banyak orang mengatakan pekerjaan itu sangat rendah dan tidak pantas dilakukan oleh mereka. Namun baginya apapun pekerjaannya, harus selalu dijalankan dengan sebaik mungkin.
Hari-harinya dia jalani dengan penuh semangat. Tak pernah dia mengeluh apalagi berputus asa. Ya beginilah sekilas sosok pak Abdul yang sehari – harinya bekerja sebagai tukang tambal ban di bengkel kecilnya. Pak Abdul rela bekerja sebagai tukang tambal ban demi mencukupi semua kebutuhan kehidupannya. Mulai dari makanan yang dimakan setiap harinya, biaya untuk beli pakaian, dan lain-lain, hampir semuanya ditanggung oleh dirinya sendiri . Walaupun penghasilan Pak Abdul tiap harinya tidak seberapa dan tidak menentu. Dengan usia yang sudah tidak muda lagi, tenaga yang sudah tidak seperti dulu lagi, dan tubuh yang renta namun dia tetap dengan semangat menjalani pekerjaannya sebagai tukang tambal ban di halaman rumahnya. Pak Abdul bekerja mulai dari pukul 06.00 sampai 17.00. Pak Abdul memberi patokan upah sebesar Rp.10.000 setiap satu ban pada saat menambal ban motor pelangganya. “ya gak tentu,dalam sehari kadang-kadang dapat 30ribu,” uajarnya kepada kami ketika di tanyai di sela-sela kesibukannya sebagai tukang tambal ban (29/10).
Walaupun pekerjaannya tidak sebanding dengan upah yang diterimanya namun Pak Abdul ikhlas menjalani pekerjaannya tersebut. Sedikit demi sedikit uang yang didapat dari bekerja dikumpulkannya. Dari uang itulah pak Abdul dapat menitih keberhasilan dari apa yang diharapkannya selama ini. Kesadaran terhadap pentingnya sebuah perubahan kehidupan untuk anak-anaknya pak abdul banting tulang untuk mencukupi kebutuhan ketujuh anaknya yang dirasakannya memang sangat berat. Namun, Laki-laki yang memiliki usia sesenja itu  tidak pernah patah semangat. Banyak orang yang mencibir keinginan kerasnya untuk mengubah nasib anak-anaknya. Namun dengan penghasilan yang tidak seberapa dari pekerjaannya sebagai tukang tambal ban itu, Pak Abdul pun masih mampu menyekolahkan anaknya hingga menjadi anak yang sukses. Begitulah  harapan besar pak Abdul kepada anaknya tersebut agar bisa menjadi orang sukses dan bisa merubah nasib di kehidup keluarganya.
Pak Abdul yang merupakan sosok yang menginspirasi banyak orang dengan usianya yang sudah tua dengan kekurangan fisik yang ada dalam dirinya tak di jadikannya itu sebuah alasan untuk malas dalam menjalani kehidupan yang begitu diinginkan keindahannya. Sosok yang tidak pernah pantang menyerah dalam menitih kehidupan yang begitu keras ini, sebuah niat yang tulus ikhlas yang harus diimbangi dengan usaha yang besar pula agar niat yang kita harapakan tidak sia-sia. Dalam melihat keadaan yang dapat dikatakan dirasa kurang mampu ini pak Abdul memiliki harapan yang begitu kuat dalam hatinya yang menekankan agar suatu saat melihat anak-anaknya tidak bernasib sama dengan dia, disini dapat kita lihat betapa besarnya sebuah pengorbanan dari seorang bapak kepada anak-anaknya.
Walaupun usianya yang semakin tahun semakin senja tidaklah menjadi halangan pak Abdul untuk terus bekerja dengan ikhlas sabar dan tekun dalam melakukan sesuatu. Walaupun sejatinya tidak berdampak besar untuk kita, selagi masih dapat untuk berbagi dan saling membantu meringankan beban saudara kita maka harus melakukannya dengan kekuatan semampu kita. Karena janganlah menghitung seberapa lama kita hidup di dunia namun lihatlah seberapa banyak kita bermanfaat untuk prang lain. Kesulitan yang dialami bukan tidak  ada. Dibalikan segala kesulitan yang ada, kesuksesan telah menunggu dari sebuah perjuangan besar  yang mampu mewujudkan harapan pak Abdul. Oleh karena itu, sudah sewajarnya kita senantiasa berusaha, berkorban, dan memberikan perhatian serta kasih sayang terhadap keluarga sehingga hidup ini akan terasa lebih indah dan lebih bermakna.


2 komentar: