Minggu, 12 November 2017

LEPAS DAHAGA KARENA ES DAWET JABUNG

“Semua hal didunia ini harus mempunyai harmoni untuk merujuk pada kata indah, ini tertuang pula pada makanan atau minuman yang syarat estetika dan etika dalam penyajiannya”
Gallih Ari Fadli

Tulungagung - Apa yang terbesit pertama kali dibenak kalian jika mendengar nama Ponorogo, reog ? kota penuh budaya ? warok ? serta aji-ajian yang eksentrik penuh dengan mistisisme. Tidak salah jika kalian mempunyai asumsi yang demikian, karena semua itu memang benar adanya. Kota yang terletak dalam kawasan eks karesidenan Madiun ini memang menyimpan berbagai pernak pernik yang unik didalamnya. Bukan hanya soal seni budaya yang penuh dengan nilai estetika melainkan wilayahnya yang mempunyai beragam pesona yang patut untuk dicoba satu persatu, baik dalam hal wisata alamnya sampai beragam masakan khas yang membuat lidah ingin bergoyang.
Minggu (12/11), penulis bersama 6 orang kawan berkunjung ke kota reog, Ponorogo. Tidak ada alasan khusus penulis melancong jauh nan disana. Sekedar melepas penat oleh jeratan berbagai deadline yang benar-benar mematikan, selain itu untuk bertemu dengan kawan lama yang entah bagaimana kabarnya. Dengan rentan waktu yang relatif singkat hanya beberapa hari, penulis berusaha mengajak kawan lain untuk ikut melancong ke kota reog. Karena kondisi yang sangat tiba-tiba, banyak kawan penulis yang tidak bisa ikut karena harus pulang kampung dan diantaranya tidak mempunyai kendaraan untuk pergi kesana. Oleh karenya, hanya 7 orang termasuk penulis melancong ke kota Ponorogo.
Karena beberapa alasan, rombongan bertolak dari kota Tulungagung pada pukul 18.00 wib, dan harus menerjang gelap malam disepanjang jalan Trenggalek-Ponorogo. Meski kondisi tidak terlalu mencekam, tetapi jalur yang dilewati cukup ekstrim dengan tikungan yang tajang, dan jalur yang naik turun. Hingga rombongan tiba di di wilayah Ponorogo pada pukul 20.00wib (ada beberapa kejadian yang tidak pantas penulis ceritakan, yang menjadikan perjalanan memaan banyak waktu). Karena diantara kawan dalam rombongan mempunyai kawan di kota reog ini, rombongan bergegas ke kawasan kampus IAIN Ponorogo untuk bertemu dengan kawan penulis. Sesampai di kawasan kampus sekitar pukul 22.00wib dan langsung bergegas ke tempat tinggal sang kawan. Malam itu beberapa kawan memilih berjalan-jalan dikawasan kota, namun penulis memilih untuk beristirahat dirumah kawan penulis tersebut.
Mempunyai jarak antara 80km dari pusat kota Tulungagung, kota Ponorogo seakan menyimpan sejuta kekayaan yang ingin dikenalkan kepada masyarakat, baik lokal maupun interlokal. Penulis sendiri dengan kota ini memang tidak asing lagi, karena penulis sudah beberapa kali berkunjung ke kota yang teramat unik ini. Dalam kunjungan tersebut penulis tidak hanya singgah sejenak, melainkan untuk menikmati pesona kota reog ini.
Dalam tulisan ini penulis tidak akan membahas mengenai sejarah reog atau berbagai pernak-pernik dari kultur budaya di kota Ponorogo, karena sudah banyak tulisan atau ulasan terkait dengan budaya kota reog ini. Terlebih sudah banyak pula yang mengetahui tentang sejarah, kultur budayanya. Mangkanya, jauh dari itu penulis akan mengajak pembaca untuk bergoyang lidah saja, sampai meneteskan air ludah, hahaha.
Kalian pernah mendengar “es dawet jabung”, jika kalian orang Ponorogo pasti tidak asing lagi, tetapi jika kalian dari luar kota Ponorogo, kalian pernah mendengar minuman yang satu ini ? jika tidak kalian harus coba minuman tradisional yang syarat makna dan mitos ini. Apalagi jika kalian berkunjung ke kota Ponorogo dan tidak sempat menikmati minuman khas yang satu ini, saya rasa anda akan menyesal seumur hidup, hahaha lebay. Tapi memang benar kawan, minuman tradisional yang satu ini menjadi sangat ikonik di kota reog ini. Bukan hanya dari isi dawetnya saja, mulai dari penyajian sampai bahan yang digunakan cukup berbeda dengan es dawet dikota-kota lain. Juga yang menjadi perhatian penulis adalah porsi dari es dawwt ini sendiri tidak sebanyak es dawet pada umumnya, namun efeknya bisa kenyang sejadi-jadinya.
Nama es dawet jabung sendiri menurut dari orang Ponorogo (penjual es dawet jabung) merujuk pada dua makna, yang pertama jabung merupakan nama sebuah desa di selatan kota Ponorogo, jarak antara desa Jabung dari pusat kota antara 7km. Menurut cerita turu temurun dari masyarakat sekitar desa Jabung, memang desa ini menjadi sentral minuman khas ini, tidak ada yang yang tahu terkait sejarah pasti dari berkembangnya es dawet jabung, namun ini berkembang dari mitos yang ada. Kedua, nama jabung sendiri merupakan sebuah kata serapan dari bahasa jawa “nyambung, sambung, jabung”. Orang jawa dikenal akan kultur budaya yang kuat dan sangat beragam meski terletak dalam satu wilayah yang sama. Hal ini juga berlaku pada tata bahasa yang beragam pula diberbagai wilayah, meski mempunyai makna yang sama. Layaknya kata jabung dalam sebutan orang Ponorogo berarti menyambung atau bersambung, ini merupakan buah dari cerita rakyat yang berkembang menjadi mitos sampai sekarang.
Dawet jabung, pada mulanya merupakan sebuah minuman ceremonial dalam adat budaya masyarakat  Ponorogo ketika hendak melamar seseorang. “lak mbiyen seng dodol es iki prawan ayu mas, seng tuku biasane lanang, mbuh joko mbuh dudo, terus lak dijupuk sak lepek e berarti ngajak rabi utawa nglamar” (dulu yang jual es dawet jabung ini seorang gadis yang masih perawan yang beli biasanya seorang laki-laki yang masih perjaka atau sudah duda, jika diambil beserta lepek (piring kecil dibawah mangkok) berarti laki-laki tersebuh hendak melamar gadis penjual tadi) cerita dari ibu Yuna selaku penjual es dawet jabung. Jika mendengar cerita dari ibu Yuna tadi, yang menjadi perhatian penulis adalah sewaktu kita membeli es dawet jabung ini memang kita tidak diprkenankan untuk mengambil lepek yang ada ditangan si penjual, kita hanya disuruh megambil mangkok berisi campuran bahan es dawet itu saja.
Untuk kali kedua penulis merasakan kesegaran dari minuman ini dan rasanya penulis kembali pengen minum es dawet jabung tetapi tidak memungkinkan karena tempatnya yang cukup jauh. Sekarang penulis atau pembaca hanya bisa menikmati es dawet jabung ini melalui gambar saja. Eh, itu ilernya dikondisikan ya, hahaha.
Es dawet jabung ini sendiri mempunyai beberapa isi yang berbeda dengan dawet pada umumnya. Jika dawet disajikan menggunakan bahan sejenis cendol, es dawet jabung mempunyai bahan lain yang penulis rasa tidak ada yang manyamainya diwilayah manapun, baik dari penyajiannya maupun dari rasanya. Dawet jabung pada umumnya berisi dawet yang diberi kuah santan dan gula aren, tetapi untuk memperkaya rasa penjual dawet jabung memberika beberapa tambahan isi seperti tape ketan, gempol, pisan kukus, nangka, dll. Disekita desa Jabung memang tidak sedikit yang berjuala es dawet jabung dan mempunyai ciri khas masing-masing, ya terutama dari isinya. Tetapi bagaimanapun atau apapun isinya, es dawet jabung tetap mak nyoosss!!!!
Kalian penasaran akan kesegaran yang ditawarkan e dawet jabung ? ayo lekas ke Ponorogo, cukup menyiapkan uang Rp 5000,- per mangkok itupun masih ada kembaliannya yang bisa dibelikan gorengan untuk menemani semangkok es dawet jabung.

Berikut adalah gambar es dawet jabung untuk kalian yang penasaran bagaimana bentuknya, hehe.......









Untuk mengingatkan kawan, es dawet jabung ini merupakan es dawet jabung dari warung "mbak Yuna" tepatnya di jalan Jabung-Mlarak, Ponorogo, iler itu dikondisikan lho ya, kalau penasaran langsung ke Ponorogo saja...




4 komentar: