“Semua hal didunia ini harus mempunyai harmoni
untuk merujuk pada kata indah, ini tertuang pula pada makanan atau minuman yang
syarat estetika dan etika dalam penyajiannya”
Gallih Ari Fadli
Tulungagung - Apa yang terbesit pertama kali dibenak
kalian jika mendengar nama Ponorogo, reog ? kota penuh budaya ? warok ? serta
aji-ajian yang eksentrik penuh dengan mistisisme. Tidak salah jika kalian
mempunyai asumsi yang demikian, karena semua itu memang benar adanya. Kota yang
terletak dalam kawasan eks karesidenan Madiun ini memang menyimpan berbagai
pernak pernik yang unik didalamnya. Bukan hanya soal seni budaya yang penuh
dengan nilai estetika melainkan wilayahnya yang mempunyai beragam pesona yang
patut untuk dicoba satu persatu, baik dalam hal wisata alamnya sampai beragam
masakan khas yang membuat lidah ingin bergoyang.
Minggu (12/11), penulis bersama 6 orang kawan
berkunjung ke kota reog, Ponorogo. Tidak ada alasan khusus penulis melancong
jauh nan disana. Sekedar melepas penat oleh jeratan berbagai deadline yang
benar-benar mematikan, selain itu untuk bertemu dengan kawan lama yang entah
bagaimana kabarnya. Dengan rentan waktu yang relatif singkat hanya beberapa
hari, penulis berusaha mengajak kawan lain untuk ikut melancong ke kota reog.
Karena kondisi yang sangat tiba-tiba, banyak kawan penulis yang tidak bisa ikut
karena harus pulang kampung dan diantaranya tidak mempunyai kendaraan untuk
pergi kesana. Oleh karenya, hanya 7 orang termasuk penulis melancong ke kota
Ponorogo.
Karena beberapa alasan, rombongan bertolak
dari kota Tulungagung pada pukul 18.00 wib, dan harus menerjang gelap malam
disepanjang jalan Trenggalek-Ponorogo. Meski kondisi tidak terlalu mencekam,
tetapi jalur yang dilewati cukup ekstrim dengan tikungan yang tajang, dan jalur
yang naik turun. Hingga rombongan tiba di di wilayah Ponorogo pada pukul 20.00wib
(ada beberapa kejadian yang tidak pantas penulis ceritakan, yang menjadikan
perjalanan memaan banyak waktu). Karena diantara kawan dalam rombongan
mempunyai kawan di kota reog ini, rombongan bergegas ke kawasan kampus IAIN
Ponorogo untuk bertemu dengan kawan penulis. Sesampai di kawasan kampus sekitar
pukul 22.00wib dan langsung bergegas ke tempat tinggal sang kawan. Malam itu
beberapa kawan memilih berjalan-jalan dikawasan kota, namun penulis memilih
untuk beristirahat dirumah kawan penulis tersebut.
Mempunyai jarak antara 80km dari pusat kota
Tulungagung, kota Ponorogo seakan menyimpan sejuta kekayaan yang ingin
dikenalkan kepada masyarakat, baik lokal maupun interlokal. Penulis sendiri
dengan kota ini memang tidak asing lagi, karena penulis sudah beberapa kali
berkunjung ke kota yang teramat unik ini. Dalam kunjungan tersebut penulis
tidak hanya singgah sejenak, melainkan untuk menikmati pesona kota reog ini.
Dalam tulisan ini penulis tidak akan membahas
mengenai sejarah reog atau berbagai pernak-pernik dari kultur budaya di kota
Ponorogo, karena sudah banyak tulisan atau ulasan terkait dengan budaya kota
reog ini. Terlebih sudah banyak pula yang mengetahui tentang sejarah, kultur
budayanya. Mangkanya, jauh dari itu penulis akan mengajak pembaca untuk bergoyang
lidah saja, sampai meneteskan air ludah, hahaha.
Kalian pernah mendengar “es dawet jabung”,
jika kalian orang Ponorogo pasti tidak asing lagi, tetapi jika kalian dari luar
kota Ponorogo, kalian pernah mendengar minuman yang satu ini ? jika tidak
kalian harus coba minuman tradisional yang syarat makna dan mitos ini. Apalagi
jika kalian berkunjung ke kota Ponorogo dan tidak sempat menikmati minuman khas
yang satu ini, saya rasa anda akan menyesal seumur hidup, hahaha lebay. Tapi
memang benar kawan, minuman tradisional yang satu ini menjadi sangat ikonik di
kota reog ini. Bukan hanya dari isi dawetnya saja, mulai dari penyajian sampai
bahan yang digunakan cukup berbeda dengan es dawet dikota-kota lain. Juga yang
menjadi perhatian penulis adalah porsi dari es dawwt ini sendiri tidak sebanyak
es dawet pada umumnya, namun efeknya bisa kenyang sejadi-jadinya.
Nama es dawet jabung sendiri menurut dari
orang Ponorogo (penjual es dawet jabung) merujuk pada dua makna, yang pertama
jabung merupakan nama sebuah desa di selatan kota Ponorogo, jarak antara desa
Jabung dari pusat kota antara 7km. Menurut cerita turu temurun dari masyarakat
sekitar desa Jabung, memang desa ini menjadi sentral minuman khas ini, tidak
ada yang yang tahu terkait sejarah pasti dari berkembangnya es dawet jabung,
namun ini berkembang dari mitos yang ada. Kedua, nama jabung sendiri merupakan
sebuah kata serapan dari bahasa jawa “nyambung, sambung, jabung”. Orang
jawa dikenal akan kultur budaya yang kuat dan sangat beragam meski terletak
dalam satu wilayah yang sama. Hal ini juga berlaku pada tata bahasa yang
beragam pula diberbagai wilayah, meski mempunyai makna yang sama. Layaknya kata
jabung dalam sebutan orang Ponorogo berarti menyambung atau bersambung, ini
merupakan buah dari cerita rakyat yang berkembang menjadi mitos sampai
sekarang.
Dawet jabung, pada mulanya merupakan sebuah
minuman ceremonial dalam adat budaya masyarakat
Ponorogo ketika hendak melamar seseorang. “lak mbiyen seng dodol es iki
prawan ayu mas, seng tuku biasane lanang, mbuh joko mbuh dudo, terus lak
dijupuk sak lepek e berarti ngajak rabi utawa nglamar” (dulu yang jual es dawet
jabung ini seorang gadis yang masih perawan yang beli biasanya seorang laki-laki
yang masih perjaka atau sudah duda, jika diambil beserta lepek (piring kecil dibawah mangkok) berarti laki-laki tersebuh hendak melamar
gadis penjual tadi) cerita dari ibu Yuna selaku penjual es dawet jabung. Jika
mendengar cerita dari ibu Yuna tadi, yang menjadi perhatian penulis adalah sewaktu
kita membeli es dawet jabung ini memang kita tidak diprkenankan untuk mengambil
lepek yang ada ditangan si penjual, kita hanya disuruh megambil mangkok
berisi campuran bahan es dawet itu saja.
Untuk kali kedua penulis merasakan kesegaran
dari minuman ini dan rasanya penulis kembali pengen minum es dawet
jabung tetapi tidak memungkinkan karena tempatnya yang cukup jauh. Sekarang
penulis atau pembaca hanya bisa menikmati es dawet jabung ini melalui gambar
saja. Eh, itu ilernya dikondisikan ya, hahaha.
Es dawet jabung ini sendiri mempunyai beberapa
isi yang berbeda dengan dawet pada umumnya. Jika dawet disajikan menggunakan
bahan sejenis cendol, es dawet jabung mempunyai bahan lain yang penulis rasa
tidak ada yang manyamainya diwilayah manapun, baik dari penyajiannya maupun
dari rasanya. Dawet jabung pada umumnya berisi dawet yang diberi kuah santan
dan gula aren, tetapi untuk memperkaya rasa penjual dawet jabung memberika
beberapa tambahan isi seperti tape ketan, gempol, pisan kukus, nangka, dll. Disekita
desa Jabung memang tidak sedikit yang berjuala es dawet jabung dan mempunyai
ciri khas masing-masing, ya terutama dari isinya. Tetapi bagaimanapun atau
apapun isinya, es dawet jabung tetap mak nyoosss!!!!
Kalian penasaran akan kesegaran yang
ditawarkan e dawet jabung ? ayo lekas ke Ponorogo, cukup menyiapkan uang Rp
5000,- per mangkok itupun masih ada kembaliannya yang bisa dibelikan gorengan
untuk menemani semangkok es dawet jabung.
Berikut adalah gambar es dawet jabung untuk
kalian yang penasaran bagaimana bentuknya, hehe.......
Untuk mengingatkan kawan, es dawet jabung ini merupakan es dawet jabung dari warung "mbak Yuna" tepatnya di jalan Jabung-Mlarak, Ponorogo, iler itu dikondisikan lho ya, kalau penasaran langsung ke Ponorogo saja...
BalasHapusTulisan keren kak,Kami dealer motor area Tulungagung, kediri dan Trenggalek. Lihat lihat motor bisa klik disini
Artikel keren,beli es klik disini
BalasHapusJual ayam geprek tulungagung
BalasHapusOrder makanan di tulungagung klik disini
BalasHapus