Senin, 30 Oktober 2017

Perjuangan Hidup Seorang Tailor

Perjuangan Hidup Seorang Tailor
Oleh: Aulia Mas’ula

Pak Maman adalah seorang laki-laki separuh baya yang berumur 51 tahun yang tinggal dan menetap didesa Bago kabupaten Tulungagung. Beliau adalah seorang penjahit laki-laki  yang rela berada di atas tortoar demi untuk menghidupi keluarga kecinlnya.

Hidup adalah sebuah perjuangan yang hakikatnya harus kita perjuangkan. Tantangan, hambatan ataupun lika-liku perjalanan harus kita taklukan. Kehidupan inipun sangatlah  begitu keras sehingga jika kita ingin bertahan hidup maka kita harus bekerja keras. Saat menjelang sore aku telusuri jalan-jalan yang mengarah ke pasar wage, hingga mataku tertuju pada deretan orang-orang yang berada ditrotoar didepan SMP Kedungwaru dengan senjata yang mereka miliki. Lalu aku hampiri salah satu dari mereka yaitu sosok laki-laki separuh baya yang melesatkan senyumnya kepada saya ketika beliau melihat saya menghampirinya, beliau bernama Suparman atau biasa dipanggil pak Maman. Pak Maman adalah salah satu dari mereka para jajaran penjahit yang berada di trotoar, tepatnya didepan SMP Kedungwaru 1 jalan yang mengarah kepasar Wage. Yang dijalan tersebut banyak sekali orang-orang yang menyediakan jasa dari memermak pakaian sampai membuat pakaian.
Sosok perjuangan seseorang laki-laki yang menjadi kepala keluarga di era globalisasi ini yang berjuang demi untuk menafkahi keluarga kecilnya. Bapak Supatman atau pak Maman adalah seorang laki-laki yang berusia 51 tahun beliau tinggal di Bago selatan dari masjid Al-Muslimun, beliau ini memang sudah terlahir dari keluarga dan lingkungan yang notabenya adalah keluarga penjahit konfeksi, sehingga dari kecil pak Maman sudah sering bergelut di bidang jahit-menjahit dan hingga saat ini.
Sebelum pak Maman memilih untuk menyediakan jasa jahit di trotoar pak Maman terebih dahulu memilih untuk merantau keluar jawa yaitu tepatnya di Kalimantan. Setelah pak Maman menyelesaikan pendidikanya dibangku SMA yaitu jauh sebelum menikah pak Maman memilih untuk merantau keluar jawa, beliau meninggalkan keluarganya demi untuk berjuang untuk menghidupi dirinya sendiri dan keluarganya terlebih pada adik-adiknya. Pak Maman merupakan anak pertama dari empat bersaudara, satu laki-laki atau pak Maman sendiri, dan ketiga adiknya yang semuanya berjenis kelamin perempuan. Orangtua yang sudah semakin tua dengan penghasilan yang seadanya membuat pak Maman semakin nekat untuk hijrah dari Tulungagung ke Kalimantan demi untuk membiayai adik-adiknya untuk meneruskan sekolah.
Disana pak Maman juga bekerja sebagai penjahit, pak Maman ikut atau direkrut menjadi seorang kariyawan oleh salah satu perusahaan konfeksi yang ada disana. Setiap hari pak Maman harus mengayun sepedah dari kost-kostan sampai ketempatnya untuk bekerja yang berjarak kurang lebih 1 kilo dari kost-kostanya.  Setiap hari pak Maman bekerja dengan giat beliau selalu mendapat apresiasi dari bosnya karena pak Maman tercatat sebagai seorang kariawan yang rajin, pendapatan yang diperoleh pak mamanpun lumayan hingga dapat membiayai ketiga adikya sampai dibangku SMA. Hingga pada suatu keadaan dimana pak Maman harus pulang untuk menghadiri pernikahan adik sulungnya.
Pak Maman bekerja di Kalimantan kurang lebih sudah empat tahun dalam menitih jejek karirnya sebagai seorang penjahit walaupun toh sebenarnya beliau hanya menjadi seorang kariyawan. “alhamdlilah nak saya senang bisa bekerja di Kalimantan walaupun hanya kariyawan tapi banyak pengalaman” tutur pak Maman sambil meletakkan tanganya pada bagian roda mesin jahitnya. Menurutnya pekerjaan menjadi seorang penjahit bukanlah sesuatu yang rendahan tapi sebuah pekerjaan yang banyak membantu orang “buktinya setiap hari banyak yang kesini cari-cari saya” celetukan dengan gaya humornya nampak pada wajah pak Maman, sayapun semakin bersemangat untuk mengorek-ngorek kisah-kisah yang lebih mendalam lagi dari kehidupan pak Maman.
Dengan wajah yang tersipu agak malu pak Maman melanjutkan ceritanya. Bahwa setelah beliau pulang kampung ke Tulungagung yaitu dalam rangka untuk menghadiri pernikahan adik sulungnya pak Maman berniat untuk kembali lagi merantau, namun rencana manusia apalah daya jika rencana tuhan telah menjelma. Ternyata pak Maman telah dijodohkan oleh orangtuanya dengan seorang perempuan yang sekarang menjadi istrinya. Perempuan itu bernama Sumiati ia adalah gadis dari desa tetangga yang telah dijodohkan oleh orangtuanya, usia mereka hanyalah terpaut dua tahun, pak Maman terpaut dua tahun lebih tua dari ibu Sumiati.
Setelah menikah pak Maman adalah seorang pengangguran beliau tidak mempunyai dana untuk membuka sebuah usaha lebih-lebih untuk bercocok tanam, beliau tidak mempunyai sepetak tanahpun untuk ditanami sehingga beliaupun harus makan dan memenuhi kebutuhan hidupnya dengan bergantung kepada orangtuanya yang notabenya hanya berpenghasilan seadanya,saat itu pak Mamanpun juga sudah tidak mempunyai tabungan sepeserpun karena sudah dipergunakan untuk membantu biaya pernikahan adik sulungnya. Sebulan setelah itu bapak dari pak Mamanpun meninggal dunia karena akibat dari terserang penyakit ginjal yang sebenarnya sudah di deritanya sejak lama. Setelah itu pak Maman benar-benar sangat dirundung pilu, dan akhirnya setelah berselang agak lama, Pak Maman harus bangkit dengan meneruskan usaha kedua orangtuanya untuk membuka kembali penyediaan jasa jahitan yang ada dirumahnya  yang notabenya dengan penghasilan yang sangat tidak mempuni untuk biaya kehidupannya sehari-hari.
Satu tahun telah berlalu pak Maman dikaruniai seorang anak pertama yang berjenis kelamin laki-laki dari seorang istrinya“ perasaan saya ya senang ya sedih mbk, senangnya saya punya anak tapi ya juga sedih, sedihnya itu belum punya penghasilan tetap. La terus anak saya, saya biayai pakek apa. Lawong selama ini untuk kebutuhan sehari-hari aja masih kurang malah sekarang nambah lagi. Tapi ya tetap bersyukur mbk gimanapun itu ya rezki dari sang kuasa” sambil menatap langit pak Maman menuturkan massa lalunya seakan-akan mengingatkannya kembali perjuangan hidup dimassa lalunya. Dengan nada yang rasa bersalah karena seolah-olah mengingatkan kesedihan pak Maman kembali dimassa lalunya, lalu ku lontarkan kembali pertanyaan- petanyaan selanjutnya untuk mengorek lebih dalam tentang kisah kehidupan pak maman. Selanjutnya, untuk tetap bertahan hidup dengan membiayai kebutuhan anaknya, pak Maman ikut dengan seseorang ataupun bekerjasama dengan pihak konfeksi, yang setiap seminggu sekali pak Maman diberikan garapan entah itu seragam anak sekolah, baju orang tua dan lain sebagainya. Setiap harinya pak Maman harus menyelesaikan beberapa potong jahitan karena setiap tiga hari sekali akan ada pihak yang akan mengambil jahitan kerumahnya. Menurut beliau penghasilan yang diperolehnya lumayan karena sambil mengerjakan konfeksianya pak Mamanpun juga dapat menerima jahitan dari tetangga-tetangganya.
Dari penghasilan-penghasilanya tersebut pak Maman dapat menabung atau menyisihkan uangnya untuk kehidupanya dimassa mendatang. Saat tabungan pak Maman sudah bertambah banyak pak Maman dan istri mulai merambah didunia bisnis kuliner dengan membuka warung es yang dikelola oleh sang istri yaitu ibu Sumi yangbertempatdi depan rumahya sendiri. Sambil tersenyum pak Maman menawari saya agar suatu saat nati saya berkenan untuk singgah di warung es miliknya yang terletak tidak jauh dari masjid Al-Muslimun, tepatnya yaitu masjid Al-Muslimu kearah selatan. Walaupun usaha esnya sudah berjalan dengan lancar pak Maman masih menggeluti dunia menjadi penjahit konfeksi karena menurutnya menjahit itu sedah menjadi dunianya.
Bisnis es kelapa yang di kelola oleh sang istri sudah berjalan dengan lancar hingga penghasilan yang didapat sudah lumayan untuk membiayai kehidupanya dan menyekolahkan anaknya yang masih duduk di bangku SD. Pak Mamanpun dapat  menyisihkan uangnya untuk menyewa sebuah ruko yang berukuran kecil “mirip dengan emperan mbk” beliau sambil tertawa lirih. Hingga saat pada tahun 2008 pak maman pindah keruko yang  telah disewanya tersebut dengan seharga 150.000 ribu perbulan. Hingga saat itu pula setiap hari pak Maman harus pulang pergi dari rumah keruko yang saat ini telah menjadi tempat bekerjanya yang baru. Saat itu pak Maman belum memiliki sepedah motor sendiri sehingga beliau harus pulang pergi dengan mengais sepedah pancal yang beliau punya.
Seiring berjalanya waktu dengan kedisiplinan dan kejujuran pak Maman, beliau mulai dikenal oleh masyarakat-masyarakat sekirar hingga pada saat itu pula bisnis jahit pak Maman mulai naik, namun disayangkan selang beberapa bulan pak Maman harus digusur dari ruko yang disewanya tersebut lataran massa sewanya yang sudah hampir habis juga faktor akan di bangunya sebuah toko disana. Oleh sebab itu, keesokan harinya pak Maman langsung ikut bergabung dengan penjahit-penjahit lainya yang berada di atas trotoar itu. Pak Maman mengambil tempat di bagian pojok jalan dengan menghadap ketimur yang berhadapan dengan gerbang SMP kedungwaru.
Seiring dengan perkembanganya, tabungan pak Maman dan istri sudah mulai banyak sehingga pak Maman bembilikanya sebuah sepedah motor warna hitam yang terdapat coretan lurus warna hijau dibagian badan sepedahnya. Jadi setiap hari pak Maman tidak perlu lagi bersusah payah mengais sepedahnya dari rumah sampai tempat kerjanya yang terletak sangat jauh dari rumahnya. Pak Maman selalu barangkat jam 10 pagi dan akan selesai pada pukul 4 sore. Sebelum berangkat bekerja pak Maman selalu membantu istrinya untuk menyiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan untuk kebutuhan warungnya. selain itu, pak Maman juga membantu istrinya untuk menyiapkan pralatan dan kebutuhan anaknya untuk berangkat sekolah, dan setelah semuanya selesai beliau mengantarkan anaknya untuk berangkat kesekolah yang berjarak hanya beberapa kilo.
Dalam menekuni dunia penyedia jasa jahitan pak Maman menggungkapkan bahwasanya ada sisi enaknya adapun sisi tidak enaknya walaupun sejatinya pak Maman sudah lama bergelut dibidang jahit-menjahit “iya kadang ada enaknya, kadang ya enggak mbk. Enakya itu kita bisa membantu orang lain, dapat uang, bekerja sesuai dengan kemampuan kita, tapi ya ada gak enaknya hehehe ” tuturnya sambil tersenyum dengan menghentikan kata-katanya. Lalu aku tanya lagi kenapa demikian, “ya gak enaknya ya capek mbk lawong bekerja!” celotehnya lagi sambil melirik kearah saya, dengan melanjutkan kata-katanya “ gini lo mbk namanya orang itu beda-beda ada yang maunya gini ada yang maunya gitu, ada yang nerimo apa adanya ada yang cerewet, kan ya seorang penjahit sehandal dan se baik apapun dia juga pasti pernah melakukan kesalahan. Na untuk menghadapi mereka itu yang sebenarnya butuh kesabaran dan sebuah tantangan mbk” lalu dengan nada agak pelan pak Maman pun berlahan menceritakan sebuah pengalamanya dalam menahan rasa sabar saat menjadi penyedia jasa permak dan jahid diatas tortoar.
Tepat pada pukul 11 siang pak Maman mendapatkan pelanggan dari ibuk-ibuk separuh baya yang berperawakan wajah sinis. Ibuk itu bertanya pada pak Maman apakah bisa mengecilkan dress miliknya dengan menyodorkan baju miliknya kepada pak Maman. Dress yang terbungkus dalam bungkus plastik warna putih itu lalu dibuka oleh pak Maman, dress itu berwarna putih nampak mewah dengan dikelilingi pernak -pernik warna putih yang menambah mewah dress tersebut.  “kaganya ini bukan baju yang dijual dipasaran” fikir pak Maman sejenak, lalu dengan sigap pak Maman bertanya kepada si ibuk-ibuk tersebut apa yang harus di permak pak Maman dari baju siibu, lalu siibu memberitahu pak Maman bagian mana saja yang harus di modivikasi. Setelah menunjukan bagian mana saja yang harus di permak siibuk yang diantar anak perempuan berambut pirang itupun izin ditinggal pergi sebentar untuk mencari sesuatu di pasar Wage.
Setelah itu ibu itu pergi barulah pak Maman mulai bekerja untuk memperbaiki dress tersebut, satu persatu beliau mulai lakukan dari menjahit bagian lenagan dan seterusnya. Namun tiba-tiba rasa kantukpun datang, hingga dalam pengerjaanya pak Maman tidak begitu fokus. Sebenarnya sudah dari pagi  pak Maman berangkat bekerja dalam keadaan sakit, namun beliau memaksakan untuk tetap pergi bekerja lantaran anaknya yang minta untuk dibelikan sepedah baru, sehingga pak Maman harus pergi bekerja untuk mengejar setoran agar dapat membelikan sepedah baru untuk anaknya yang sudah naik kelas di bangku SD kelas 6. Saat siibu dengan anaknya kembali dari pasar pak Maman sedah hampir selesai dalam menjahit pakaian siibu dan pak Mamanpun langsung mempersilahkan siibu untuk mencoba baju yang telah diperbaikinya, dan saat ibu mulai mencoba baju tersebut ternyata ada dibagian bawah yang ternyata pak Maman kependekan dalam memotongya, lalu dengan nada tinggi ibu tersebuh melontarkan kata-kata kurang sopan terhadap pak Maman, dengan mengungkit -ngungkit dari harga harga dressnya berapa sampai dressnya beli dimana, namun dengan mengakui kesalahanya pak Maman berusaha untuk minta maaf kepada siibuk tersebut tentang kesalahnya yang telah dilakukanya, sehingga ibu tersebut legowo untuk menerimanya dan tetap membayar ongkos dari proses permak bajunya kepada pak Maman.
Kejadian itulah yang membuat pak Maman hingga saat ini masih merasa bersalah atas kecerobohan yang beliau lakukan kepada ibuk-ibuk tersebut sehingga mengecewakan pelangganya, tidak ada secorek senyumpun yang ada diwajah pak Maman saat menceritakan kejadian tersebut. lalu beliau juga menceritakan tentang pengalamanya yang mempunyai pelanggan yang sangat baik. Dia seorang bapak-bapak dengan perawakan yang sangat tua menghampirinya dengan membawa baju yang berukuran kecil. Bapak-bapak itu ternya sedang membawa membawa pakaian cucunya untuk diperbaiki karena ada di bagian lenganya nampak sobek akibat dari ulah anak-anak yang terlalu aktif dalam bermain “namanya juga anak-anak ndak bisa diam lari sana lari sini tarik-tarikan sama teman-temanya” tutur bapak-bapak berperawakan tua tersebut. walaupun bapak tersebut berlagak seperti orang yang mampu namun bapak tersebut tidak menampakkan kesombonganya, beliau tetap baik dan sopan kepada pak Maman yang bekerja menjadi seorang penjahit diatas tortoar.

Perjalanan pak Maman untuk menjadi seorang penjahit sangatlah tidak mudah, namun dengan begitu beliau tetap sangat mensyukuri apa yang telah beliau miliki, walaupun toh sebenarnya penghasilan yang didapat dari jasa jahitnya tidaklah seberapa, namun untuk setiap harinya pak maman memang selalu mendapatkan pelanggan entah itu saat rame ataupun saat sepi sekalipun, “biasanya saat rame itu ketika tanggal-tanggal muda mbk, dan saat sepinya itu tanggal tua, tapi alhamdlilahnya setiap hari saya selalu dapat pelanggan” tutur pak Maman sambil mengemasi barangnya untuk bersiap pulang. Walaupun dengan penghasilan yang tidak seberapa pak Maman tidak sedikitpun berniat untuk berpindah pekerjaan karena menurutnya menjadi seorang menjahit sudah bagian dari hidupnya yang tidak dapat dipisahkan dari beliau. Dari situlah beliau dapat menghidupi keluarganya sebagai penjahit diatas tortoar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar