Perjuangan Hidup Seorang Tailor
Oleh: Aulia Mas’ula
Pak
Maman adalah seorang laki-laki separuh baya yang berumur 51 tahun yang tinggal
dan menetap didesa Bago kabupaten Tulungagung. Beliau adalah seorang penjahit
laki-laki yang rela berada di atas tortoar
demi untuk menghidupi keluarga kecinlnya.
Hidup
adalah sebuah perjuangan yang hakikatnya harus kita perjuangkan. Tantangan,
hambatan ataupun lika-liku perjalanan harus kita taklukan. Kehidupan inipun
sangatlah begitu keras sehingga jika
kita ingin bertahan hidup maka kita harus bekerja keras. Saat menjelang sore
aku telusuri jalan-jalan yang mengarah ke pasar wage, hingga mataku tertuju pada
deretan orang-orang yang berada ditrotoar didepan SMP Kedungwaru dengan
senjata yang mereka miliki. Lalu aku hampiri salah satu dari mereka yaitu sosok
laki-laki separuh baya yang melesatkan senyumnya kepada saya ketika beliau
melihat saya menghampirinya, beliau bernama Suparman atau biasa dipanggil pak Maman.
Pak Maman adalah salah satu dari mereka para jajaran penjahit yang berada di trotoar,
tepatnya didepan SMP Kedungwaru 1 jalan yang mengarah kepasar Wage. Yang
dijalan tersebut banyak sekali orang-orang yang menyediakan jasa dari memermak
pakaian sampai membuat pakaian.
Sosok
perjuangan seseorang laki-laki yang menjadi kepala keluarga di era globalisasi
ini yang berjuang demi untuk menafkahi keluarga kecilnya. Bapak Supatman atau
pak Maman adalah seorang laki-laki yang berusia 51 tahun beliau tinggal di Bago
selatan dari masjid Al-Muslimun, beliau ini memang sudah terlahir dari keluarga
dan lingkungan yang notabenya adalah keluarga penjahit konfeksi, sehingga dari
kecil pak Maman sudah sering bergelut di bidang jahit-menjahit dan hingga saat
ini.
Sebelum
pak Maman memilih untuk menyediakan jasa jahit di trotoar pak Maman
terebih dahulu memilih untuk merantau keluar jawa yaitu tepatnya di Kalimantan.
Setelah pak Maman menyelesaikan pendidikanya dibangku SMA yaitu jauh sebelum
menikah pak Maman memilih untuk merantau keluar jawa, beliau meninggalkan
keluarganya demi untuk berjuang untuk menghidupi dirinya sendiri dan
keluarganya terlebih pada adik-adiknya. Pak Maman merupakan anak pertama dari
empat bersaudara, satu laki-laki atau pak Maman sendiri, dan ketiga adiknya yang
semuanya berjenis kelamin perempuan. Orangtua yang sudah semakin tua dengan
penghasilan yang seadanya membuat pak Maman semakin nekat untuk hijrah dari Tulungagung
ke Kalimantan demi untuk membiayai adik-adiknya untuk meneruskan sekolah.
Disana
pak Maman juga bekerja sebagai penjahit, pak Maman ikut atau direkrut menjadi
seorang kariyawan oleh salah satu perusahaan konfeksi yang ada disana. Setiap
hari pak Maman harus mengayun sepedah dari kost-kostan sampai ketempatnya untuk
bekerja yang berjarak kurang lebih 1 kilo dari kost-kostanya. Setiap hari pak Maman bekerja dengan giat
beliau selalu mendapat apresiasi dari bosnya karena pak Maman tercatat sebagai
seorang kariawan yang rajin, pendapatan yang diperoleh pak mamanpun lumayan hingga
dapat membiayai ketiga adikya sampai dibangku SMA. Hingga pada suatu keadaan
dimana pak Maman harus pulang untuk menghadiri pernikahan adik sulungnya.
Pak
Maman bekerja di Kalimantan kurang lebih sudah empat tahun dalam menitih jejek
karirnya sebagai seorang penjahit walaupun toh sebenarnya beliau hanya menjadi
seorang kariyawan. “alhamdlilah nak saya senang bisa bekerja di Kalimantan
walaupun hanya kariyawan tapi banyak pengalaman” tutur pak Maman
sambil meletakkan tanganya pada bagian roda mesin jahitnya. Menurutnya
pekerjaan menjadi seorang penjahit bukanlah sesuatu yang rendahan tapi sebuah
pekerjaan yang banyak membantu orang “buktinya setiap hari banyak yang kesini
cari-cari saya” celetukan dengan gaya humornya nampak pada wajah pak Maman,
sayapun semakin bersemangat untuk mengorek-ngorek kisah-kisah yang lebih mendalam
lagi dari kehidupan pak Maman.
Dengan
wajah yang tersipu agak malu pak Maman melanjutkan ceritanya. Bahwa setelah
beliau pulang kampung ke Tulungagung yaitu dalam rangka untuk menghadiri
pernikahan adik sulungnya pak Maman berniat untuk kembali lagi merantau, namun
rencana manusia apalah daya jika rencana tuhan telah menjelma. Ternyata pak
Maman telah dijodohkan oleh orangtuanya dengan seorang perempuan yang sekarang
menjadi istrinya. Perempuan itu bernama Sumiati ia adalah gadis dari desa
tetangga yang telah dijodohkan oleh orangtuanya, usia mereka hanyalah terpaut
dua tahun, pak Maman terpaut dua tahun lebih tua dari ibu Sumiati.
Setelah
menikah pak Maman adalah seorang pengangguran beliau tidak mempunyai dana untuk
membuka sebuah usaha lebih-lebih untuk bercocok tanam, beliau tidak mempunyai
sepetak tanahpun untuk ditanami sehingga beliaupun harus makan dan memenuhi
kebutuhan hidupnya dengan bergantung kepada orangtuanya yang notabenya hanya
berpenghasilan seadanya,saat itu pak Mamanpun juga sudah tidak mempunyai
tabungan sepeserpun karena sudah dipergunakan untuk membantu biaya pernikahan
adik sulungnya. Sebulan setelah itu bapak dari pak Mamanpun meninggal dunia
karena akibat dari terserang penyakit ginjal yang sebenarnya sudah di deritanya
sejak lama. Setelah itu pak Maman benar-benar sangat dirundung pilu, dan
akhirnya setelah berselang agak lama, Pak Maman harus bangkit dengan meneruskan
usaha kedua orangtuanya untuk membuka kembali penyediaan jasa jahitan yang ada
dirumahnya yang notabenya dengan
penghasilan yang sangat tidak mempuni untuk biaya kehidupannya sehari-hari.
Satu
tahun telah berlalu pak Maman dikaruniai seorang anak pertama yang berjenis
kelamin laki-laki dari seorang istrinya“ perasaan saya ya senang ya sedih mbk,
senangnya saya punya anak tapi ya juga sedih, sedihnya itu belum punya
penghasilan tetap. La terus anak saya, saya biayai
pakek apa. Lawong selama ini untuk kebutuhan sehari-hari aja masih kurang malah
sekarang nambah lagi. Tapi ya tetap bersyukur mbk gimanapun itu ya rezki dari
sang kuasa” sambil menatap langit pak Maman menuturkan massa lalunya
seakan-akan mengingatkannya kembali perjuangan hidup dimassa lalunya. Dengan
nada yang rasa bersalah karena seolah-olah mengingatkan kesedihan pak Maman kembali
dimassa lalunya, lalu ku lontarkan kembali pertanyaan- petanyaan selanjutnya
untuk mengorek lebih dalam tentang kisah kehidupan pak maman. Selanjutnya,
untuk tetap bertahan hidup dengan membiayai kebutuhan anaknya, pak Maman ikut
dengan seseorang ataupun bekerjasama dengan pihak konfeksi, yang setiap
seminggu sekali pak Maman diberikan garapan entah itu seragam anak sekolah,
baju orang tua dan lain sebagainya. Setiap harinya pak Maman harus
menyelesaikan beberapa potong jahitan karena setiap tiga hari sekali akan ada
pihak yang akan mengambil jahitan kerumahnya. Menurut beliau penghasilan yang
diperolehnya lumayan karena sambil mengerjakan konfeksianya pak Mamanpun juga
dapat menerima jahitan dari tetangga-tetangganya.
Dari
penghasilan-penghasilanya tersebut pak Maman dapat menabung atau menyisihkan
uangnya untuk kehidupanya dimassa mendatang. Saat tabungan pak Maman sudah
bertambah banyak pak Maman dan istri mulai merambah didunia bisnis kuliner
dengan membuka warung es yang dikelola oleh sang istri yaitu ibu Sumi yangbertempatdi
depan rumahya sendiri. Sambil tersenyum pak Maman menawari saya agar suatu saat
nati saya berkenan untuk singgah di warung es miliknya yang terletak tidak jauh
dari masjid Al-Muslimun, tepatnya yaitu masjid Al-Muslimu kearah selatan.
Walaupun usaha esnya sudah berjalan dengan lancar pak Maman masih menggeluti
dunia menjadi penjahit konfeksi karena menurutnya menjahit itu sedah menjadi
dunianya.
Bisnis
es kelapa yang di kelola oleh sang istri sudah berjalan dengan lancar hingga penghasilan
yang didapat sudah lumayan untuk membiayai kehidupanya dan menyekolahkan
anaknya yang masih duduk di bangku SD. Pak Mamanpun dapat menyisihkan uangnya untuk menyewa sebuah ruko
yang berukuran kecil “mirip dengan emperan mbk” beliau sambil tertawa lirih.
Hingga saat pada tahun 2008 pak maman pindah keruko yang telah disewanya tersebut dengan seharga
150.000 ribu perbulan. Hingga saat itu pula setiap hari pak Maman harus pulang
pergi dari rumah keruko yang saat ini telah menjadi tempat bekerjanya yang
baru. Saat itu pak Maman belum memiliki sepedah motor sendiri sehingga beliau
harus pulang pergi dengan mengais sepedah pancal yang beliau punya.
Seiring
berjalanya waktu dengan kedisiplinan dan kejujuran pak Maman, beliau mulai
dikenal oleh masyarakat-masyarakat sekirar hingga pada saat itu pula bisnis
jahit pak Maman mulai naik, namun disayangkan selang beberapa bulan pak Maman
harus digusur dari ruko yang disewanya tersebut lataran massa sewanya yang
sudah hampir habis juga faktor akan di bangunya sebuah toko disana. Oleh sebab
itu, keesokan harinya pak Maman langsung ikut bergabung dengan
penjahit-penjahit lainya yang berada di atas trotoar itu. Pak Maman mengambil
tempat di bagian pojok jalan dengan menghadap ketimur yang berhadapan dengan
gerbang SMP kedungwaru.
Seiring
dengan perkembanganya, tabungan pak Maman dan istri sudah mulai banyak sehingga
pak Maman bembilikanya sebuah sepedah motor warna hitam yang terdapat coretan
lurus warna hijau dibagian badan sepedahnya. Jadi setiap hari pak Maman tidak perlu
lagi bersusah payah mengais sepedahnya dari rumah sampai tempat kerjanya yang
terletak sangat jauh dari rumahnya. Pak Maman selalu barangkat jam 10 pagi dan
akan selesai pada pukul 4 sore. Sebelum berangkat bekerja pak Maman selalu
membantu istrinya untuk menyiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan untuk
kebutuhan warungnya. selain itu, pak Maman juga membantu istrinya untuk
menyiapkan pralatan dan kebutuhan anaknya untuk berangkat sekolah, dan setelah
semuanya selesai beliau mengantarkan anaknya untuk berangkat kesekolah yang
berjarak hanya beberapa kilo.
Dalam
menekuni dunia penyedia jasa jahitan pak Maman menggungkapkan bahwasanya ada
sisi enaknya adapun sisi tidak enaknya walaupun sejatinya pak Maman sudah lama
bergelut dibidang jahit-menjahit “iya kadang ada enaknya, kadang ya enggak mbk.
Enakya itu kita bisa membantu orang lain, dapat uang, bekerja sesuai dengan
kemampuan kita, tapi ya ada gak enaknya hehehe ” tuturnya sambil tersenyum
dengan menghentikan kata-katanya. Lalu aku tanya lagi kenapa demikian, “ya gak
enaknya ya capek mbk lawong bekerja!” celotehnya lagi sambil melirik kearah
saya, dengan melanjutkan kata-katanya “ gini lo mbk namanya orang itu beda-beda
ada yang maunya gini ada yang maunya gitu, ada yang nerimo apa adanya ada yang
cerewet, kan ya seorang penjahit sehandal dan se baik apapun dia juga pasti
pernah melakukan kesalahan. Na untuk menghadapi mereka itu yang sebenarnya butuh
kesabaran dan sebuah tantangan mbk” lalu dengan nada agak pelan pak Maman pun
berlahan menceritakan sebuah pengalamanya dalam menahan rasa sabar saat menjadi
penyedia jasa permak dan jahid diatas tortoar.
Tepat
pada pukul 11 siang pak Maman mendapatkan pelanggan dari ibuk-ibuk separuh baya
yang berperawakan wajah sinis. Ibuk itu bertanya pada pak Maman apakah bisa
mengecilkan dress miliknya dengan menyodorkan baju miliknya kepada pak Maman. Dress
yang terbungkus dalam bungkus plastik warna putih itu lalu dibuka oleh pak
Maman, dress itu berwarna putih nampak mewah dengan dikelilingi pernak -pernik
warna putih yang menambah mewah dress tersebut.
“kaganya ini bukan baju yang dijual dipasaran” fikir pak Maman sejenak,
lalu dengan sigap pak Maman bertanya kepada si ibuk-ibuk tersebut apa yang
harus di permak pak Maman dari baju siibu, lalu siibu memberitahu pak Maman
bagian mana saja yang harus di modivikasi. Setelah menunjukan bagian mana saja
yang harus di permak siibuk yang diantar anak perempuan berambut pirang itupun
izin ditinggal pergi sebentar untuk mencari sesuatu di pasar Wage.
Setelah
itu ibu itu pergi barulah pak Maman mulai bekerja untuk memperbaiki dress
tersebut, satu persatu beliau mulai lakukan dari menjahit bagian lenagan dan
seterusnya. Namun tiba-tiba rasa kantukpun datang, hingga dalam pengerjaanya
pak Maman tidak begitu fokus. Sebenarnya sudah dari pagi pak Maman berangkat bekerja dalam keadaan
sakit, namun beliau memaksakan untuk tetap pergi bekerja lantaran anaknya yang
minta untuk dibelikan sepedah baru, sehingga pak Maman harus pergi bekerja
untuk mengejar setoran agar dapat membelikan sepedah baru untuk anaknya yang
sudah naik kelas di bangku SD kelas 6. Saat siibu dengan anaknya kembali dari
pasar pak Maman sedah hampir selesai dalam menjahit pakaian siibu dan pak
Mamanpun langsung mempersilahkan siibu untuk mencoba baju yang telah
diperbaikinya, dan saat ibu mulai mencoba baju tersebut ternyata ada dibagian
bawah yang ternyata pak Maman kependekan dalam memotongya, lalu dengan nada
tinggi ibu tersebuh melontarkan kata-kata kurang sopan terhadap pak Maman,
dengan mengungkit -ngungkit dari harga harga dressnya berapa sampai dressnya
beli dimana, namun dengan mengakui kesalahanya pak Maman berusaha untuk minta
maaf kepada siibuk tersebut tentang kesalahnya yang telah dilakukanya, sehingga
ibu tersebut legowo untuk menerimanya dan tetap membayar ongkos dari proses
permak bajunya kepada pak Maman.
Kejadian
itulah yang membuat pak Maman hingga saat ini masih merasa bersalah atas
kecerobohan yang beliau lakukan kepada ibuk-ibuk tersebut sehingga mengecewakan
pelangganya, tidak ada secorek senyumpun yang ada diwajah pak Maman saat
menceritakan kejadian tersebut. lalu beliau juga menceritakan tentang
pengalamanya yang mempunyai pelanggan yang sangat baik. Dia seorang bapak-bapak
dengan perawakan yang sangat tua menghampirinya dengan membawa baju yang
berukuran kecil. Bapak-bapak itu ternya sedang membawa membawa pakaian cucunya
untuk diperbaiki karena ada di bagian lenganya nampak sobek akibat dari ulah
anak-anak yang terlalu aktif dalam bermain “namanya juga anak-anak ndak bisa
diam lari sana lari sini tarik-tarikan sama teman-temanya” tutur bapak-bapak
berperawakan tua tersebut. walaupun bapak tersebut berlagak seperti orang yang
mampu namun bapak tersebut tidak menampakkan kesombonganya, beliau tetap baik
dan sopan kepada pak Maman yang bekerja menjadi seorang penjahit diatas
tortoar.
Perjalanan
pak Maman untuk menjadi seorang penjahit sangatlah tidak mudah, namun dengan
begitu beliau tetap sangat mensyukuri apa yang telah beliau miliki, walaupun
toh sebenarnya penghasilan yang didapat dari jasa jahitnya tidaklah seberapa,
namun untuk setiap harinya pak maman memang selalu mendapatkan pelanggan entah
itu saat rame ataupun saat sepi sekalipun, “biasanya saat rame itu ketika
tanggal-tanggal muda mbk, dan saat sepinya itu tanggal tua, tapi alhamdlilahnya
setiap hari saya selalu dapat pelanggan” tutur pak Maman sambil mengemasi
barangnya untuk bersiap pulang. Walaupun dengan penghasilan yang tidak seberapa
pak Maman tidak sedikitpun berniat untuk berpindah pekerjaan karena menurutnya menjadi
seorang menjahit sudah bagian dari hidupnya yang tidak dapat dipisahkan dari
beliau. Dari situlah beliau dapat menghidupi keluarganya sebagai penjahit
diatas tortoar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar